Tag : Cerita Swinger , Cewek Bispak
, Cerita Dewasa , Cantik , Cewek , Sex , Panas , Tukar Pasangan , Perek ,
“Lihat nih, bini aku sexy kan ?”
kataku bangga. Rendy melotot dan berdecak kagum, “Ck..ck…sexy sekali ya?”
“Yuli (nama istri Rendy) pernah
direkam gini?” tanyaku tetap dengan nada bangga.
“Belum,” Rendy menggeleng, “Tapi
mau ah…nanti malam aku mau ML sama dia, sekalian direkam diam-diam.”
“Sip! Nanti lihatin ke aku ya,”
kataku bersemangat, “sekalian aku juga nanti malam mau ML sama istriku, sambil
direkam juga.”
“Terus besok hasilnya tukaran ya,
punya kamu lihatin ke aku, punya aku lihatin ke kamu,” usul Rendy yang langsung
kusetujui.
Malamnya, aku benar-benar ML dengan
Reny, istriku. Dia tidak tahu bahwa aku merekamnya di hpku yang sudah kuatur
letaknya sebelum mengajaknya ML.
Besoknya, aku dan sahabatku
menepati janji. Kuserahkan hpku untuk ditonton oleh Rendy, sementara aku
menikmati hasil rekaman sahabatku itu. Kami sama-sama terangsang oleh tontonan
yang sangat pribadi sifatnya itu. Bahkan Rendy sempat terlongong setelah
mengembalikan hpku, seperti ada yang dipikirkan olehnya.
“Jan…kalau kita swinger gimana?
Jujur, aku belum pernah merasakan swinger,” kata Rendy tiba-tiba.
Aku terkejut. Tak pernah kupikir
sebelumnya akan melakukan seperti yang Rendy usulkan itu.
“Kamu jangan tersinggung, Jan,”
Rendy menepuk bahuku, “Ini cuma usul…kalau kamu nggak keberatan, aku juga gak
maksa. Yang jelas, kamu bisa nyobain Yuli, aku nyobain Reny. Adil kan ?”
Aku terbengong-bengong. Terus terang,
usul Rendy mengejutkan sekaligus membuatku bergairah. Kubayangkan istriku
sedang disetubuhi oleh sahabatku itu, sementara aku menyetubuhi istrinya. Baru
diobrolkan saja penisku sudah ngacung, apalagi kalau benar-benar dilaksanakan.
Maka setelah berpikir agak lama, kujawab, “Usul edan tapi menggiurkan.
Cuman…gimana cara meyakinkan istriku ya? Kalau dia gak mau kan
susah. Istrimu sendiri gimana?”
“Soal istriku, serahkan padaku.
Kamu urus Reny saja, atur supaya mau,” kata Rendy.
“Reny sangat konservatif, kamu juga
tahu itu kan ?”
“Reny yang konservatif apa kamu
sendiri yang tidak mau swinger?” Rendy menepuk bahuku sambil menertawakanku.
“Aku mau…mau…tapi bagaimana cara
meyakinkan Reny ya?”
“Begini aja,” kata Rendy di tengah
kebingunganku, “kita jebak mereka ke dalam situasi yang mau tidak mau harus
mereka terima.”
“Maksudmu?”
“Aku kan
punya villa keluarga di Cipanas. Kita ajak mereka week end di sana .”
“Yayaya…jebakannya di sebelah
mananya?”
“Kita bawa Martini atau
Tequila…minum rame2, kita pada minum di sana .
Setelah mereka rada kleyengan, kita matiin lampu sampai gelap sekali. Saat itu
aku akan menelanjangi istriku, kamu juga telanjangi istrimu. Lalu kita bikin
foreplay dengan istri kita masing-masing. Nah…lalu diem-diem kita tukar tempat.
Kamu terkam istriku, aku terkam istrimu. Deal?”
“Hahahaaa! Deal! Deal!” seruku
gembira dengan usul sahabatku, meski sebenarnya ada tandatanya di hatiku :
Benarkah mentalku sudah siap untuk membiarkan istriku disetubuhi orang lain?
Tapi…bukankah aku juga akan menggauli istri Rendy? Bukankah ini sangat adil
bagi kami?
Lalu kami tentukan harinya. Hari
yang akan sangat bersejarah itu.Setelah aku berpisah dengan Rendy, aku pulang
dengan 1001 khayalan di benakku. Membayangkan istriku yang manis dan bertubuh
mulus itu akan digeluti oleh Rendy, sementara aku akan menggeluti Yuli, istri
Rendy. Aneh, baru membayangkannya saja aku jadi sangat terangsang. Apalagi pada
waktu mengalaminya nanti.Reny sudah 4 tahun jadi istriku. Pada saat kisah ini
terjadi Reny sudah berusia 26 tahun, sedangkan aku sendiri sudah hampir 30
tahun. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang baru berumur 2 tahun. Ibu
mertuaku sangat sayang pada Bernard, nama anakku, jauh melebihi ketelatenan
babysitter yang bekerja di rumahku sejak anakku berusia setahun. Karena itu
tiada masalah kalau aku dan Reny bepergian, karena di rumahku ada babysitter
dan ibu mertuaku.Maka dengan wajah cerah Reny menyetujui ajakanku untuk
berakhir pekan di Cipanas.
“Rendy punya villa di sana ,
ya Mas?” tanyanya.”Iya,” aku mengangguk, “villa punya orang tuanya.””Rendy dan
Yuli juga ikut nanti?””Ya iyalah. Kalau mereka gak ikut, ya gak enak dong kita
pake villa orang tanpa pemiliknya. Kecuali kalau kita sewa villa orang
lain.”Singkatnya, pada hari yang telah ditentukan, Rendy dan Yuli menyampar ke
rumahku dengan Honda Citynya. Aku pun secepatnya memanaskan mesin Toyota
Viosku.Tak lama kemudian, aku sudah menggerakkan mobilku, bersama Reny di
sisiku, mengikuti mobil Rendy dan Yuli. Seperti yang sudah diatur semula, aku
membekal Tequila, yang katanya bisa membuat wanita jadi horny. Untuk acara
rahasiaku dan Rendy setelah berada di villa nanti.Reny tidak tahu bahwa ketika
aku menyetir mobil menuju Cipanas, jantungku berdegup-degup terus, karena
membayangkan apa yang akan terjadi beberapa jam lagi. Membayangkan sesuatu yang
belum pernah kualami dan akan menimbulkan kesan mendalam dalam kehidupan dan
hasrat birahiku.Sesampainya di depan villa, jantungku makin berdebar-debar.
Tapi aku mencoba menekannya dengan menyapukan pandangan ke sekitar villa, yang
memang indah pemandangannya. Diam-diam kuperhatikan Rendy. Ternyata sama
denganku, senyumnya tampak canggung.
Lalu kami masuk ke dalam villa.Reny
dan Yuli bersih-bersih dulu di dalam villa, aku dan Rendy keluar lagi, lalu
berjalan-jalan agak menjauh dari villa. Dan ngobrol dengan suara setengah
berbisik:
“Kamu nafsu gak liat Yuli?”
tanyanya.
“Kamu sendiri gimana? Nafsu gak
liat Reny?” aku balik bertanya.
“Ya iyalah, makanya aku yang usul
pertama, karena tergiur sekali waktu melihat dia bugil di hpmu itu.”
“Sama,” kataku sambil tersenyum
canggung, “aku juga jadi nafsu melihat bentuk istrimu yang seksi…”
Darahku tersirap mendengar pujian
itu. Tapi terasa makin membuatku penasaran, ingin segera tau apa yang akan
terjadi nanti.
Kami berunding diam-diam, tentang
apa yang akan kami lakukan nanti. Setelah matang rencananya, kami kembali ke
villa. Di dalam villa, sudut pandangku mencuri-curi pandang terus ke arah Yuli,
yang nanti akan kugauli. Kurasa Yuli dan Reny punya keistimewaaan
masing-masing. Kulit Reny kuning mirip kulit wanita Jepang, sementara Yuli
berkulit baubusuk. Reny tergolong berwajah cantik, sementara Yuli bisa kunilai
hitam manis. Tubuh Yuli sedikit lebih tinggi daripada Reny, kutaksir sekitar
170cm gitu, sementara Reny 168cm.
Yang menarik dari hasil curi-curi
pandang ini adalah, toket Yuli itu…aku yakin besar sekali…mungkin behanya
berukuran 38 ke atas. Sedangkan toket Reny biasa-biasa saja, behanya pun cuma
34.
Menjelang senja, kami makan malam
dulu di restoran yang paling dekat dengan villa keluarga Rendy. Pada saat
itulah kulihat Reny dan Yuli seakan bersaing dalam berpakaian. Mereka seolah
ingin tampil seseksi mungkin. Padahal aku tak menganjurkan apa-apa kepada
istriku. Dan kulihat mata Rendy sering memperhatikan istriku. Sialan…sebentar
lagi dia akan menikmati kemulusan dan kepadatan tubuh istriku. Tapi pikiran ini
justru diam-diam membuat penisku hidup, mengeras dan mengeras terus.
Terlebih-lebih setelah membayangkan bahwa untuk pertama kalinya aku akan
menikmati kesintalan tubuh Yuli yang hitam manis itu.
Selesai makan, hari mulai malam.
Kami pun kembali ke villa.
Seperti yang telah direncanakan,
kami minum tequila di sofa ruang depan. Cukup banyak kami membekal minuman itu,
karena aku membeli dua botol, ternyata Rendy pun membekal tiga botol. Untungnya
Reny dan Yuli tidak menolak waktu ditawari minum, dengan alasan untuk mengusir
hawa dingin.
Baru menghabiskan dua sloki, wajah
Reny mulai merah. Sikapnya padaku mulai romantis. Yuli pun sama, ia mulai
memeluk pinggang Rendy dengan sorot mata berharap.
Lalu kata Rendy, “Kita bikin pesta
di dalam kamar yuk…sama-sama main…come on honey,” Rendy meraih lengan istrinya
sambil melirik padaku, “ayo Jan…kamarnya cuma satu, kita pake rame2 yok.”
Kuraih juga lengan Reny yang tampak
mulai agak teler. Lalu kami ikuti langkah Rendy ke dalam kamar yang agak besar,
dengan dua bed berdampingan. Sesampainya di kamar, Rendy langsung menerkam dan
menghimpit istrinya. Adegan itu tidak bisa lama-lama kulihat, karena setelah
aku dan istriku naik ke atas bed yang masih kosong, Rendy memijat knop sakelar
yang letaknya tak jauh dari bantalnya. Kamar itu langsung gelap gulita. Dan
terdengar suara Rendy, “Biar kita sama-sama asyik dengan istri kita
masing-masing, Jan.”
Aku cuma menjawab dengan ketawa
kecil. Tapi dalam gelap aku mulai menanggalkan pakaianku sehelai demi sehelai,
sampai telanjang bulat, lalu membisiki telinga istriku, “Ayo dong buka
pakaianmu semua.”
Reny tidak buang-buang waktu. Ia
tahu persis apa yang kuinginkan dalam saat-saat seperti itu. Dalam kegelapan kamar
villa, Reny mulai menelanjangi dirinya. Sementara kudengar desah napas Yuli
yang mulai tersengal-sengal, entah apa yang sudah terjadi di bed yang satu lagi
itu. Mungkin Rendy sedang menjilati puting payudara atau vagina istrinya,
entahlah…yang jelas aku pun mulai menggumuli istriku dalam kegelapan.
Terdengar suara Yuli, “Oooh…Bang
Rendy…oooh….iya Bang…begituin….oooh…masukin aja Bang…aku gak tahan lagi
nih…ooohhh…”
Terangsang oleh suara istri
sahabatku itu, aku pun mulai menjilati puting payudara Reny. Tapi tak lama
kemudian terasa tanganku dipegang oleh tangan kasar. Tangan Rendy. Aku mengerti
maksudnya, bahwa aku harus segera pindah ke bed yang satunya lagi, sementara
Rendy akan pindah ke bedku.
Inilah saat-saat yang paling
mendebarkan. Aku bergerak ke arah bed di sebelah, lalu mulai menjamah tubuh
Yuli. Mudah-mudahan saja Yuli tidak sadar bahwa sekarang bukan lagi suaminya
yang akan menikmati kesintalan tubuhnya. Mudah-mudahan pula Reny tidak
menyadari bahwa posisiku sudah diganti oleh Rendy.
Wow, aku mulai menikmati hangatnya
pelukan Yuli. Tampaknya dia belum sadar bahwa posisi suaminya sudah diganti
olehku.”Masukin aja Bang, sudah gak tahan nih…horny banget,” bisik Yuli yang
sudah berada di bawah himpitanku. Bicara begitu, terasa tangan Yuli mulai memegang
batang kemaluanku yang memang sudah keras. Apakah mau main langsung-langsungan
saja? Kurasa untuk yang pertama kalinya memang harus begitu. Jangan banyak
variasi dulu. Nanti kalau Yuli dan Reny sudah menyadari hal ini, barulah pakai
foreplay sebanyak mungkin.
Maka tanpa banyak pikir-pikir lagi,
kubiarkan Yuli meletakkan ujung penisku di ambang vaginanya. Kemudian kudorong
sedikit demi sedikit, persis pada saat kudengar suara Reny,
“Mas…cepetan dong
masukin…duuuhh…kenapa jadi horny gini? Gara-gara minuman tadi kali
ya…naaahhh…..iiih…kok punya Mas terasa jadi agak gede? Diapain?”
Gila…itu berarti penis Rendy sudah
dimasukin ke dalam liang kemaluan istriku! Tapi…bukankah penisku juga sudah
mulai melesak ke dalam liang senggama Yuli?
Bukan cuma melesak, tapi sudah
mulai kuayun dengan mantapnya, karena liang senggama Yuli sudah banyak
lendirnya (mungkin “hasil” rangsangan Rendy tadi).
Penisku sudah maju mundur dalam
jepitan liang surgawi Yuli yang terasa begini legitnya, mungkin karena dia
belum melahirkan anak. Liang vaginanya terasa sangat mencengkram dan hangat.
Desah nafasnya pun makin nyata diiringi rintihan-rintihan nikmatnya, “Ooohh
Bang…oooh…bang…oooh…kok enak sekali ini bang…..oooh…” sementara kedua lengannya
mendekap pinggangku kuat-kuat. Ini membuatku makin bernafsu.
Lalu…seperti yang sudah
direncanakan, diam-diam Rendy memijat sakelar lampu dan….tiba-tiba kamar itu
jadi terang benderang. Ini sesuai dengan kesepakatan aku dan Rendy. Bahwa dalam
keadaan sudah “telanjur” (penisku sudah main di dalam liang vagina Yuli dan
penis Rendy sudah maju mundur di dalam liang vagina istriku), baik Yuli mau pun
istriku takkan bisa menghindar lagi dari kenyataan yang sudah direncanakan oleh
Rendy denganku itu.
Setelah kamar villa terang
benderang, tentu saja Yuli dan istriku terkejut setelah menyadari dengan siapa
mereka sedang bersetubuh.
“Bang Rendy?!” seru istriku di bed
sebelah.
“Mas Janus?!” seru Yuli yang sedang
kusetubuhi dengan gencarnya.
Lalu terdengar Rendy tertawa,
“Hahahaaa….kita lanjutkan saja…sudah telanjur kan ?”
“Jadi semuanya ini sudah
direncanakan?” tanya Yuli yang tampak berusaha mengendalikan kekagetannya.
“Iya…ini adil kan ?”
bisikku sambil meremas buah dadanya yang benar-benar montok itu.
“Aaahhh…” cuma itu yang terlontar
dari mulut Yuli, kemudian dia mendekap lagi pinggangku dan mulai menggoyang
pinggulnya dengan gerakan yang trampil, seperti membentuk angka 8.
Kulirik Reny seperti bingung. Ia
menoleh padaku, seakan bertanya kenapa jadi seperti ini? Lalu kutanggapi dengan
senyum…dan celotehku, “Enjoy saja….”
Mungkin Reny geram melihatku sedang
bersetubuh dengan Yuli, lalu ia “balas dendam” dengan mencengkram bahu Rendy
dan mulai menggoyang pinggulnya. Gila…cemburu juga aku dibuatnya. Seingatku,
tak pernah Reny menggoyang pinggulnya seedan itu waktu kusetubuhi. Tapi
kecemburuanku ini berbuah nafsu dan gairah yang luar biasa. Enjotan penisku di
dalam liang surgawi Yuli terasa nikmat luar biasa! Maka semakin edan pula
kuhentak-hentak penisku, seperti meronta-ronta dalam jepitan memiaw Yuli…oh…ini
nikmat sekali!
Suasana menjadi semakin erotis dan
misterius. Yuli meladeni enjotan penisku dengan energik, pinggulnya meliuk-liuk
laksana penari India .
Tapi aku tak tahu apa yang bersemayam di benaknya. Ketika aku melirik ke
samping, goyang pinggul Reny pun tak kalah edannya. Seolah ingin bersaing
dengan dinamisnya goyang pinggul Yuli. Ada
perasaan geram dan cemburu di hatiku melihat ulah istriku seperti itu. Tapi
bukankah aku sendiri sedang menikmati kehangatan tubuh istri sahabatku?
Di tengah persenggamaan yang seru
ini aku sempat berbisik terengah di telinga Yuli, “Gimana? Enak?”
“Enak sekali….aaah….” sahut Yuli
dalam bisikan juga, mungkin takut terdengar oleh suaminya.
“Nanti lepasin di dalam apa di
luar?” bisikku lagi.
“Terserah, aku kan
belum punya anak…siapa tahu bisa punya darimu,” bisik Yuli pelan sekali, pasti
takkan terdengar oleh suaminya yang semakin asyik menyetubuhi istriku.
Bisikan Yuli itu membuatku semakin
bergairah mengayun batang kemaluanku. Tapi sekaligus membuatku tak bisa
bertahan lagi, “Aku sudah mau keluar”, bisikku.
“Tahan dulu,” sahut Yuli, “aku juga
sudah mau keluar Mas…barengin keluarnya ya…biar enak…”
Lalu kami seperti dua ekor binatang
buas, saling cengkram, saling remas, saling jambak…dan akhirnya tak tertahankan
lagi, bersemburanlah air mani dari batang kemaluanku, disambut dengan
kedutan-kedutan liang kemaluan Yuli di puncak orgasmenya.
Kami
menggelepar…menggeliat…berkejut-kejut…lalu sama-sama terkulai di puncak
kepuasan.
Tapi kulihat Rendy masih asyik
mengenjot batang kemaluannya di dalam liang kemaluan istriku. Bahkan di satu
saat, mereka mengubah posisi. Reny di atas, Rendy di bawah. Oh…ini benar-benar
membuatku cemburu. Karena kulihat istriku yang aktif mengayun pinggulnya,
sementara Rendy merem melek sambil terlentang…
Kucabut batang kemaluanku dari
dalam vagina Yuli yang sudah basah kuyup oleh spermaku dan lendir Yuli sendiri.
Lalu aku duduk bersila sambil menonton persetubuhan Rendy dengan istriku. Aku
terlongong menyaksikan betapa aktifnya Reny saat itu. Dengan sedikit
berjongkok, ia mengayun pinggulnya sedemikian rupa, sehingga liang kemaluannya
seolah membesot-besot batang kemaluan Rendy.
Yuli pun menonton persetubuhan
antara suaminya dengan istriku itu. Dan tampaknya Yuli seperti kepanasan.
Diam-diam ia menggenggam batang kemaluanku yang sudah mulai membesar, karena
terangsang menyaksikan istriku sedang gila-gilanya bersetubuh dengan sahabatku.
Tiba-tiba Yuli mendekatkan wajahnya ke pahaku yang sedang bersila ini,
ah…tangannya memegang batang kemaluanku sambil menjilatinya. Sungguh semuanya
ini mendebarkan dadaku…terlebih setelah Yuli menghisap-hisap penisku, di depan
mata suaminya yang sedang menyetubuhi istriku!
Hanya dalam tmpo singkat penisku
sudah mengeras kembali. Dengan sigap Yuli mendorong dadaku agar terlentang,
lalu dengan berjongkok ia berusaha memasukkan penisku ke dalam liang
surgawinya. Mungkin ia iri melihat suaminya sedang dipuasi oleh istriku dalam
posisi terbalik begitu, lalu ia ingin melakukan hal yang sama. Blesss….penisku
mulai membenam ke dalam liang memiaw Yuli…
Yuli mulai memainkan pinggulnya
dengan energik sekali, naik turun dan bergoyang meliuk-liuk…ooh…penisku terasa
dibesot-besot dan diremas-remas. Bukan main nikmatnya, membuat nafasku
tertahan-tahan sambil mulai meremas-remas payudara montok yang bergelantungan
di atas dadaku…dan di bed yang satu lagi, kulihat istriku lebih energik lagi,
mengenjot pinggulnya sambil berciuman dengan Rendy. Ih…aku cemburu…tapi
kecemburuanku ini jstru membangkitkan rangsangan dahsyat di jiwaku.
Sulit menggambarkan keadaan yang
sebenarnya saat itu, karena aku juga sudah dipengaruhi alkohol, dari tequila
yang kami minum tadi. Yang jelas, sepulangnya dari villa itu, Reny
terus-terusan menyandarkan kepalanya di bahuku. Kujalankan mobilku dengan
kecepatan sedang-sedang saja, karena ingin sambil berbincang dengan istriku.
“Bagaimana kesanmu, Lin?” tanyaku
di satu saat.
“Gak tau ah…” Reny menggeleng, tapi
kulihat ada senyum di bibirnya.
“Suka kan ?
Bilang aja terus terang. Semuanya ini kan
demi kenikmatan kita bersama.”
“Mas sendiri, suka kan
bisa menggauli Yuli?”
“Hmm…terus terang, aku lebih suka
melihatmu sedang digauli oleh Rendy. Ada
perasaan cemburu, tapi cemburu itulah yang membuatku jadi sangat terangsang.”
Reny terdiam. Lalu kataku, “Makanya
satu saat nanti bisa aja kita undang Rendy tanpa istrinya.Atau bisa juga orang
lain…biar aku bisa melihatmu digauli lelaki lain yang akan menimbulkan
rangsangan hebat bagiku.”
Reny menatapku dengan ekspresi
aneh. Lalu tanyanya, “Emang Mas gak tersiksa kalau aku digauli orang? Buatku,
semuanya ini aneh…”
“Memang aneh,” sahutku sambil
tersenyum, “tapi kamu suka kan ?”
Dia tak menjawab. Matanya lurus
memandang ke depan.
“Bilang aja terus terang, kamu suka
kan ? Seharusnya semua itu jadi
pengalaman fantastis buat kita. Bener kan ?”
“Iya sih…tapi aku takut akibatnya
di kemudian hari…”
“Misalnya?”
“Ya…misalnya Rendy…sudah telanjur
merasakan tubuhku. Bagaimana kalau nanti ketagihan?”
“Kasih aja. Asal di depan mataku,
jangan sembunyi-sembunyi.”
Reny menatapku dengan sorot aneh,
“Mas gak sakit hati melihatku digauli sama Rendy?”
“Gak,” aku menggeleng, “kan
semuanya yang sudah terjadi tadi sudah kurundingkan dengan Rendy beberapa hari
yang lalu.”
“Jadi semuanya itu benar-benar
sudah direncanakan sama Bang Rendy?”
“Ya. Memang tadinya usul itu datang
dari dia. Dan aku sangat tertarik pada usulnya itu. Bukan karena tertarik pada
Yuli, tapi justru ingin menyaksikan kamu di gauli orang lain. Kebetulan aku
tahu persis siapa Rendy. Dia bersih, tak pernah jajan dan sebagainya.”
“Terus…nantinya kita akan begitu
lagi, maksudku…ngajak Rendy dan Yuli lagi?”
“Semuanya kuserahkan padamu. Karena
dalam hal ini kamulah yang harus memutuskan. Dan gak usah di villa itu saja.
Bisa juga kita pilih hotel di dalam kota .
Dan gak usah di hari libur saja. Kapan saja kita mau, ya kita lakukan.”
“Ntar kalau aku ketagihan gimana?”
tanya Reny malu-malu.
Rupanya kejadian di villa itu
membuatnya terkesan dan ada kemungkinan ketagihan. Ini mendebarkan. Seandainya
dia benar-benar ketagihan, apakah mentalku sudah siap? Ah, sudah kepalangan
basah, aku mau jalan terus…karena aku merasakan beberapa hal positif di balik
langkah “baru” ini!
Di hari-hari berikutnya, aneh…tiap
kali aku membayangkan kejadian di villa itu, membayangkan istriku sedang
disetubuhi oleh Rendy, nafsuku mendadak bangkit. Lalu kuajak istriku
bersetubuh. Anehnya lagi, tiap kali aku bersetubuh dengan istriku, aku jadi
powerfull dan energik sekali.
Pernah istriku berkata seusai
bersetubuh denganku, “Sekarang Mas jadi garang banget…kenapa Mas? Pake obat
ya?”
“Obatku datang dari jiwaku sendiri.
Tiap kali membayangkan kamu lagi disetubuhi oleh Rendy, hasratku bangkit dengan
hebatnya.”
“Masa sih? Apa bukan karena
terbayang sintal dan seksinya tubuh Yuli?”
“Nggak,” aku menggeleng, “sungguh.
Untuk membuktikannya, nanti kita ajak Rendy saja, tanpa kehadiran Yuli. Biar
kamu percaya, titik syurnya justru waktu menyaksikan kamu digauli Rendy.”
“Nggak ah. Nggak enak sama Yuli
dong. Rasanya kita seperti menghianati dia. Kan
kita sudah sepakat untuk jalan berempat terus.”
“Aku gak butuh Yuli, aku butuh
Rendy.”
Reny menatapku dengan sorot penuh
selidik. Lalu tertunduk, seperti sedang berpikir. Lalu kataku, “Kalau ada orang
selain Rendy, kamu mau?”
Reny menatapku lagi. “Takut
ah…kalau orangnya punya penyakit kotor bisa menular nanti.”
“Orangnya kamu pilih sendiri deh,”
kataku sambil memperhatikan reaksi istriku.
“Bener nih boleh milih sendiri?”
tanyanya canggung.
“Bener.”
“Gak usah jauh-jauh Mas…kalau Roy
gimana?”
Aku terkejut. Dia memilih adik
kandungku!
Tapi apa salahnya?
“Hmm…pengen nyobain brondong ya?”
kataku sambil mencolek pipi istriku.
“Bukan gitu, masalahnya biar
rahasia kita gak nyebar ke luar Mas.”
Aku setuju. Roy
adalah satu-satunya adik kandungku. Dia masih tergolong abg. Dia tinggal di kota
lain dan kuliah di kota itu, baru
semester pertama. Usianya memang jauh beda denganku. Saat istriku mengajukan
namanya, usia Roy baru 18 tahun.
“Oke!” aku mengangguk sambil
memijat no hp Roy .
Reny cuma bengong. Mungkin tak
menyangka akan secepat itu.
“Hallo, Mas?” terdengar suara Roy
di hpku.
“Gimana sehat Roy ?”
“Sehat Mas. Besok libur 3 hari,
nanti sore mau ke rumah Mas ya. Kangen sama Bernard. Sudah bisa jalan dia?”
“Sudah dong. Ya udah, nanti sore
kutunggu ya.”
“Siap Boss!”
Aku tersenyum mendengar ucapan
“siap boss” itu. Memang sejak aku yang membiayai kuliahnya, ia sering
memanggilku boss.
“Nanti sore dia datang,” kataku
sambil menepuk bahu istriku.
“Secepat itu?” istriku tercengang.
“Kebetulan aja, dia mulai besok
libur 3 hari. Jadi mulai nanti malam mau nginep di sini.”
“Terus…aku harus gimana? Masa aku
langsungajak Roy begituan?”
“Mmm…gimana ya? Mungkin juga Roy
gak mau kalau ada aku….tapi gampang deh…kupasangin kamera cctv aja di kamar,
terus aku monitor sambil ngumpet.”
“Terus?”
“Kamu rayu aja dia sampai mau.
Bilangin aku gak ada, padahal aku ada di gudang sambil monitor di sana .
Hmmm…kebayang nafsunya aku nanti waktu lihat kamu disetubuhi sama si Roy …!”
“Ah…Mas ada aja akalnya….”
Dan itulah yang kulakukan. Dengan
sigap kupasang kamera cctv, dengan posisi menghadap ke tempat tidur. Monitornya
kusimpan di gudang. Kuambil kursi untuk aku duduk di depan monitor.
Tidak sampai sejam, semuanya beres.
Kameranya kusembunyikan di dalam lemari, lalu ada lubang kecil yang langsung
mengarah ke tempat tidur.
Soundnya kupasang terpisah, mikrofon
kusimpan di balik lukisan, untuk memantaunya aku pakai headphone di
gudang.Ketika bunyi motor Roy
terdengar memasuki pekarangan, aku sudah duduk di dalam gudang, menghadapi
monitor. Lalu terdengar suara istriku menyambutnya. Pada saat yang sama, hpku
yang disilent berkedip-kedip. Ada
sms masuk. Aku agak kaget, karena sms itu datang dari Yuli, bunyinya: Mas
Janus…aku kok jadi kangen gini sih? Kapan kita ketemuan tanpa mereka? Aku
pengin nyantai Mas. Kebetulan Bang Rendy besok mau ke Medan .
Mas datang ya ke rumahku besok malam. Jangan takut sama Bang Rendy. Aku sudah
dapat izin kapan saja ketemu sama Mas Janus boleh. Izinnya cuma dengan Mas
Janus, dengan orang lain tidak boleh.
Aku tersenyum sendiri membaca sms
itu, lalu kubalas dengan sedikit gombal : Aku juga kangen sama Yuli…tapi besok
aku harus lihat-lihat dulu apakah besok ada kegiatan atau tidak. Aku siap
kok….waktu di villa terasa sekali Yuli itu…hmmm…pokoknya nikmat sekali…!
Yuli membalas lagi: Ah yang bener?
Kirain aku saja yang merasakan seperti itu. Tapi janji ya, selama Bang Rendy di
Medan, Mas harus datang ke rumahku.
Kujawab lagi: Iya sayang, aku pasti
datang!
Waktu smsan itu mataku tetap
tertuju ke monitor. Kamarku masih kosong. Mungkin Roy masih ngobrol dengan
istriku di ruang depan.
Tak lama kemudian kulihat di
monitor sudah ada “kehidupan”. Roy
masuk ke dalam kamarku bersama istriku. Cepat kupasangkan headphone di
telingaku. Dan terdengar suara mereka:
“Kamar mandi yang di belakang gak
ada shower air panasnya, Roy .
Makanya enak di kamar mandi yang ini.”
“Iya Mbak. Ohya, Mas Janus kapan
pulangnya?”
“Gak tau. Tapi kayaknya sih tengah
malam nanti, atau mungkin juga besok pagi langsung ke kantor, pulang ke sini
besok sore.”
“Oh gitu…aku mau mandi dulu ya
Mbak.”
“Iya. Perlu ditemenin nggak?”
“Lho…aku nggak main-main kok…”
“Bisa dibunuh aku nanti sama Mas
Janus.”
“Nggak lah….nyante aja lagi…”
Pada saat yang sama, datang lagi
sms dari Yuli: Bang Rendy sudah berangkat Mas. Ke rumahku dong sekarang…lagi
horny…pengen sama Mas Janus…abisnya terkesan sih sama Mas…
Aku tercenung. Kok jadi bentrok
gini waktunya ya? Apakah aku harus pergi diam-diam ke rumah Rendy? Lalu harus
meninggalkan detik-detik yang mendebarkan dan siap kurekam itu?
Yuli memang sexy. Tapi saat ini aku
lebih tertarik untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh Reny dan adikku. Maka
kubalas sms Yuli: Paling bisa nanti tengah malam atau besok pagi…lagi ada
kerjaan yang belum bisa ditinggalin…gimana?
Yuli membalas smsku: Iya deh,
kutunggu ya Mas…kalau pintu sdh pada dikunci, call aja dulu, biar
kubukain…maunya sih nanti tengah malam juga gakpapa…kalau pagi kan
kurang romantis…he e e
Aku tersenyum sendiri. Bakalan
sibuk nih aku nanti.
Sejenak kulupakan dulu Yuli yang
setengah memaksaku datang ke rumahnya, karena kulihat di monitor Roy
sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di tubuhnya, sementara
Reny sedang duduk di depan meja rias.
Lalu:
“Roy …tolong
lepasin ritsleting ini dong,” pinta Reny sambil menunjuk ke bagian punggung
gaunnya.
“Mmm…aku mau pake baju dulu Mbak…”
“Gak usahlah, pake bajunya nanti
saja. Masa minta tolong sedikit saja pake ntar dulu?!”
“Iya, iya Mbak,” sahut Roy
sambil menghampiri istriku. Aku yakin ini trik yang sedang dilancarkan oleh
istriku, untuk langsung menjebak Roy .
Memang benar dugaanku…waktu Roy
menarik ritsliting bagian punggung gaun istriku, kulihat istriku memegang
tangan Roy sambil menatapnya: “Roy …”
“Ya Mbak…?” Roy
tampak gugup ditatap seperti itu oleh istriku.
“Kamu pernah begituan sama cewek?”
“Ma…maksud Mbak?”
“Masa gak ngerti sih…” kulihat
tangan istriku menyergap ke dalam handuk Roy ,
“Ininya pernah dimainkan sama cewek gak? Hihihihi…panjang gede penismu Roy …Mas
Janus kalah sama kamu…sudah keras lagi…”
“Mbak…ohhh…mbak….” Roy
tampak gelagapan.
Reny bangkit dari kursi di depan
meja rias. Lalu melangkah ke pintu, menutup dan sekaligus menguncinya. Lalu balik
lagi menghampiri Roy yang berdiri
kebingungan, masih dengan handuk melilit di badannya.
Reny melingkarkan lengannya di
leher Roy . Dan terdengar suaranya,
“Sudah pernah bersetubuh dengan cewek belum?”
“Pernah…” sahut Roy
hampir tak terdengar.
Reny tersenyum, “Bagus…berarti kamu
sudah pengalaman…aku lagi horny Roy …kamu
mau kan ? Mumpung Mas Janus gak
ada…”
Reny mengakhiri ajakannya dengan
menarik handuk yang melilit di pinggang Roy .
Ini membuat Roy
langsung telanjang bulat. Dan kulihat batang kemaluannya sudah ngaceng dengan
mantapnya. Aku iri juga melihat batang kemaluan Roy ,
yang ternyata lebih panjang dan lebih besar daripada punyaku. Baru sekali ini
aku melihat bentuk batang kemaluan adikku setelah usianya hampir dewasa begitu.
“Mbak…” Roy
tampak kebingungan, karena Reny sudah memegang zakarnya sambil mendorong
dadanya sehingga terlentang di atas tempat tidurku.
Ini mulai menegangkan bagiku.
Kesannya tidak seperti waktu swinger di villa tempo hari. Mungkin karena kali
ini aku konsen ke satu arah, ke adegan istriku yang sedang merangsang adik
kandungku!
“Iiih…punyamu kok panjang dan gede
gini, Roy…sudah keras sekali lagi…Mas Janus kalah nih sama punya kamu…” Reny
mulai menciumi penis adikku, membuatku semakin degdegan. Terlebih ketika ia
mulai melepas beha dan celana dalamnya, yang membuat Roy
melotot. Aku juga melotot tegang. Penisku sudah ereksi sejak tadi, serasa mau
ngecrot saja. Tapi kucoba menenangkan diri dengan menyalakan rokok dan
mengikuti adegan selanjutnya.
Setelah telanjang bulat, istriku menelentang
di sisi Roy sambil bergumam,
suaranya tidak begitu jelas. Roy
mengangguk, lalu bergerak menindih dada istriku.
Kusangka Roy mau langsung
memasukkan penisnya ke vagina istriku. Ternyata tidak. Dia mulai mengemut-emut
puting payudara istriku. Tangan istriku mulai menggapai-gapai di punggung Roy …lalu
kepala Roy menurun ke arah perut
istriku…turun terus sampai berada di antara kedua pangkal paha istriku.
Jantungku semakin dagdigdug, kutenangkan lagi dengan sebatang rokok. Oooh,
kulihat istriku mulai menggeliat dan melenguh-lenguh…Roy
semakin agresif menjilati kemaluan istriku….sampai akhirnya kudengar istriku
merengek, “Sudah cukup Roy …sekarang…
masukin aja Roy …masukin aja
sayang…..aku ingin merasakan punyamu yang tinggi besar itu….”
Tapi Roy seperti keasyikan,
terus2an menjilati kemaluan istriku. Sampai istriku merintih lagi, “Roy …aaaah…aku
mau orga nih…Troooyyy…..aaaahhhh….”
Lalu kulihat istriku
mengegelepar…mengelojot dan merintih lirih…”Troooy….ooohhh…aku keluar,
sayaaang….”
“Oooh…Roy….sudah masuk, sayang…”
istriku mendekap punggung Roy .
Gila, aku tak tahan melihat
semuanya itu. Dan pada waktu kulihat Roy
mulai mengayun batang kemaluannya, kuperiksa komputer yang sedang merekam
adegan dari cctv, semuanya berjalan dengan baik. Lalu diam-diam aku keluar…
Beberapa saat kemudian aku sudah
berada di dalam taksi (sengaja aku tidak memakai mobilku sendiri, keluar dari
rumah pun diam-diam, supaya Roy
tidak menyadari kehadiranku).
Setengah jam kemudian aku sudah
berada di depan rumah Rendy.
Yuli menyambutku dengan hangat,
“Parkir di mana mobilnya, Mas?”
“Pake taksi,” sahutku, “mobil
sedang dipakai adikku.”
Semua ini di luar skenario yang
sudah kutata dengan istriku. Masalahnya aku tidak mau ganggu adikku, sementara
ajakan Yuli membuatku tertarik. Biarlah rangsangan yang kutonton dari dalam
gudang tadi mau kusalurkan ke Yuli. Mudah-mudahan saja istriku tidak marah
karena aku pergi secara diam-diam begini. Aku juga ingin menikmati tubuh Yuli
tanpa kehadiran Rendy. Dan tampaknya Yuli pun sama seperti keinginanku, ingin
bercinta tanpa kehadiran suaminya.
Aku sudah terangsang oleh adegan Roy
dengan adikku tadi. Maka ketika Yuli menguncikan pintu depan, aku memeluknya
dari belakang, “Mana pembantumu?”
“Pulang,” sahutnya, “dia kan
cuma kerja sampai jam empat sore.”
“Jadi sekarang Yuli cuma
sendirian?”
“Iya Mas…makanya aku ngajak
Mas…biar ada yang nemenin…” Yuli yang sedang mengenakan kimono putih bermotif
bunga Sakura, membalikkan tubuhnya dan mencium bibirku dengan hangat.
Tentu aku tak mau berdiam pasif…ketika
dia meraihku ke sofa, tanganku mulai menyeRenyp ke belahan kimononya, langsung
menyentuh payudara montoknya yang sejak tadi kuyakini tidak mengenakan beha,
karena kedua putingnya tampak menonjol meski masih tertutup kimono. Terasa
menghangat tubuh Yuli setelah aku berhasil memegang payudaranya…meremasnya
dengan lembut…
Tak cuma itu…tanganku yg satu lagi
mulai menyeRenyp ke balik celana dalam Yuli, mulai menyentuh jembutnya yang
lebat…mulai menyeRenyp ke celah surgawinya yang mulai membasah dan hangat.
Napas Yuli mulai tertahan-tahan.
Apa yang sedang terjadi di antara
istriku dengan Roy ,
terlintas-lintas terus dalam terawanganku. Pasti mereka sedang gila-gilanya
memadu kenikmatan. Membuat darahku tersirap-sirap….lalu membuatku mulai ganas
menggeluti tubuh Yuli sebagai kompensasi…sampai akhirnya Yuli mengajakku pindah
ke kamarnya. Aku setuju.
Di dalam kamarnya, Yuli
menanggalkan kimononya dengan senyum mengundang. Sehingga tinggal celana dalam
yang melekat di tubuh tinggi montoknya itu. Dalam keadaan seerotis itu, dia
meraih kedua pergelangan tanganku, dengan senyum manis di bibirnya. Aku Tak mau
buang-buang waktu lagi. Kutanggalkan celana jeans dan shirtku, lalu merapat ke
tubuh Yuli dalam keadaan sama-sama tinggal bercelana dalam saja…
Hawa hangat tersiar dari tubuh Yuli
ketika aku mulai menggumulinya. Sempat juga kudengar bisikannya, “Makasih
Mas…Mas datang tepat pada saat aku butuh Mas…”
Aku tidak menanggapinya dengan
kata-kata melainkan dengan tindakan. Aku bukan orang hipokrit. Aku juga sangat
membutuhkan variasi dalam kehidupan seksualku, supaya perjalanan hidupku tidak
terasa hambar….
Ketika tanganku mulai menyeRenyp
lagi ke balik CD Yuli, aku pun membiarkan tangan Yuli menyeRenyp ke balik Cdku.
Dan ketika tanganku mulai mengelus kemaluan Yuli, aku pun rasakan Yuli mulai
menggenggam dan meremas batang kemaluanku dengan hangat dan lembut.
“Sudah keras banget Mas,” bisiknya.
“Iya…sejak smsan tadi, punyaku
ngaceng terus…” sahutku bercampur dusta. Karena sebenarnya aku sedang
membayangkan istriku sedang enak2nya disetubuhi oleh Roy ,
adikku yang masih sangat muda itu…
Lalu tanpa basa basi lagi
kutempelkan moncong tongkolku di mulut memiaw Yuli yang sudah membasah
itu…
secara reflex Yuli merenggangkan
kedua kakinya…dan kudorong batang kemaluanku sampai masuk sedikit…terdengar
desisan mulut Yuli sambil melotot…kukocok2 sedikit zakarku, sampai akhirnya
membenam sekujurnya di dalam liang surgawi Yuli….
Pagi itu aku tidak masuk kerja,
karena kantorku sedang direnovasi, jadi aku bisa istirahat seminggu. Reny
sedang mengantarkan anakku yang sudah dimasukkan ke playgroup. Tanganku
tertusuk ujung obeng waktu ngotak ngatik sound system di mobilku tadi, lalu
kucari-cari betadine di sana sini,
tidak ketemu. Di mana ya? Perasaan Masih ada betadine di kamarku ini. Lalu
kucari di meja rias istriku. Kutarik juga lacinya, karena biasanya Reny menaruh
benda-benda kecil di situ. Tapi pandanganku malah tertumbuk ke sebuah buku
tebal. Buku apa ini?
Ternyata buku itu penuh dengan
tulisan istriku. Semacam buku harian. Iseng-iseng kubaca. Isinya mendebarkan.
Rupanya setiap kejadian penting dicatatnya di buku ini. Dan yang paling
mendebarkan adalah rangkaian kalimat berikut ini:
AKU mencintai Mas Janus dengan
sepenuh hati. Tapi mengapa semuanya ini harus terjadi? Bisakah aku disalahkan,
sedangkan semua yang telah kualami adalah “hasil karya” suamiku sendiri?
Aku harus jujur mengakuinya bahwa
aku telah menikmati semuanya, meski dengan perasaan bersalah. Tadinya kuanggap
semuanya itu gila. Tapi ternyata ada greget yang luar biasa, yang menimbulkan
nikmat dan sensasi luar biasa.
Aku masih ingat benar waktu
terjadinya petualangan di villa Rendy itu, aku kaget sekali setelah menyadari
bahwa yang sedang menyetubuhiku adalah Rendy, bukan suamiku. Aku juga kaget
ketika melihat suamiku sedang menyetubuhi Yuli. Oh my God! Apa yang sedang
terjadi ini? Tapi lalu kusadari bahwa semuanya itu direncanakan oleh mereka,
oleh Rendy dan suamiku. Sedangkan batang kemaluan Rendy sudah telanjur berada
di dalam liang kemaluanku, aku sudah telanjur merasakan nikmatnya ent*tan Rendy
yang memang lebih panjang dan lebih besar daripada punya suamiku. Akhirnya aku
memejamkan mata dan mulai menikmatinya dengan perasaan melayang-layang.
Tetapi kreativitas sex Mas Janus
tak berhenti sebatas itu saja. Pada suatu hari dia mengungkapkan rencana baru,
yaitu niatnya untuk menjebak orang lain untuk menggauliku dan ia sendiri akan
mengintipnya. Menurutnya hal itu akan membangkitkan nafsunya yang luar biasa.
Lalu kuusulkan orang lain itu Roy ,
adik Mas Janus sendiri. Ternyata usulku disetujui, meski dengan sedikit
sindiran bahwa aku seneng brondong.
Rencana itu jelas mendebarkan.
Meski buat orang lain mungkin merupakan hal yang aneh dan tak masuk di akal.
Tapi aku sendiri merasakan hal yang sama, ketika melihat suamiku sedang
menyetubuhi Yuli, perasaanku dibakar cemburu, tapi lalu kulampiaskan
kecemburuanku dengan meladeni Rendy seedan mungkin. Dan rasanya luar biasa.
Belum pernah kurasakan hubungan sex senikmat itu.
Lalu terjadilah sesuatu yang
merupakan wujud dari rencana suamiku sendiri. Bahwa Roy masuk ke dalam
perangkapku.
Apakah Roy lebih dominan memberikan
kepuasan padaku? Tentu saja. Dia Masih bujangan. Zakarnya terasa keras sekali
waktu membenam ke dalam liang kemaluanku. Dan gesekan-gesekannya terasa begitu
mantap…lebih mantap daripada suamiku.
Tapi apakah dengan
peristiwa-peristiwa edan itu cintaku pada Mas Janus mulai pudar? Tidak! Aku
malah semakin mencintainya, karena dia telah menciptakan sesuatu yang membuat
kepuasan luar biasa padaku.
Malam itu Roy
sampai tiga kali ejakulasi, karena baru sebentar istirahat dari ejakulasi
pertama, zakarnya kembali menegang. Dan persetubuhan yang ketiga kalinya adalah
hasil rangsanganku, membuat dia bersemangat menyetubuhiku untuk ketiga kalinya.
Aku tahu bahwa semua yang kulakukan
dengan Roy disorot oleh kamera cctv
dan dimonitor oleh suamiku. Dan semuanya itu memang kehendak suamiku sendiri.
Tapi setelah Roy
keluar dari kamarku, setelah aku selesai membersihkan vegyku di kamar mandi,
Mas Janus tak muncul juga. Lebih dari sejam aku menunggu, dia tak
muncul-muncul. Apakah dia ketiduran di kamar monitoring itu?
Aku jadi serba salah. Mau mengetuk
pintu gudang, takut dia lagi asyik melakukan sesuatu. Yah, akhirnya aku rebahan
dengan tubuh lemas, karena tenagaku seperti dikuras waktu meladeni Roy
tadi.
Menjelang subuh, ketika aku sudah
tidur nyenyak, terdengar pintu kamar dibuka, suamiku masuk.
Karena masih terkuasai alam tidur,
aku bertanya lemah, “Kok baru masuk? Tadi ngapain aja?”
Suamiku mencium pipiku sambil
berbisik, “Jangan marah ya…tadi aku ke rumah Rendy.”
“Terus?” tanyaku sambil menggesek
mataku.
“Janji dulu, kamu gak marah ya.”
“Iya janji. Ngapain ke rumah
Rendy?”
“Mmm…Yuli ngajak…karena Rendy lagi
ke Medan …”
“Pantesan…” cetusku sambil mencubit
lengan suamiku, “Asyik dong…”
Suamiku cuma nyengir, lalu katanya,
“Kamu juga kan asyik sama si Roy
tadi…”
“Jadi Mas gak nonton aku sama Roy
tadi?”
“Nonton sebentar, terus pergi
diam-diam. Tapi semuanya kan
direkam. Nanti bisa kutonton rekamannya.”
“Ih…nanti kalau Rendy juga ngajak
aku diam-diam gimana?”
“Mau balas dendam? Hahaha…gakpapa.
Yang penting laporan sama aku. Kan
aku juga laporan bahwa tadi aku sama Yuli.”
“Ih…kita kok jadi begini Mas?”
“Kamu nyesel? Jangan nyesel dong,
tenang aja lagi.”
Subuh itu suamiku tidak melakukan
apa-apa padaku. Mungkin dia sudah kecapean menyetubuhi Yuli. Tapi aku sendiri
juga masih lemas karena habis melayani adik iparku yang masih sangat tangguh
itu.
SETELAH suamiku berangkat kerja,
seperti biasa aku mandi di bawah semburan shower air hangat. Rasanya ingin
membersihkan tubuh sebersih mungkin. Entah kenapa. Selesai mandi aku berias
dulu di depan cermin rias, kemudiankeluar dari kamarku dengan hanya mengenakan
kimono.
Kulihat pintu kamar tamu masih
tertutup. Kamar itu dipakai oleh Roy .
Sudah sesiang ini dia belum bangun? Kucoba memutar handle pintu kamar itu,
ternyata tidak dikunci. Diam-diam aku masuk ke dalam. Sambil menutupkan kembali
pintu dari dalam, kulihat Roy masih
nyenyak tidur tanpa selimut. Dia hanya mengenakan celana dalam dan kaus t-shirt
sambil memeluk bantal guling. Selimut tergeletak di sampingnya. Apakah dia
tidak kedinginan?
Dengan hati-hati aku merayap ke
sisinya. Aneh, hasrat birahiku berkobar lagi. Padahal tadi malam aku sudah
dipuasi oleh adik iparku ini. Lalu kalau pagi ini terjadi lagi seperti yang
tadi malam, apakah Mas Janus takkan marah? Ah, bukankah suamiku mengizinkanku
untuk melakukannya, asalkan nanti laporan padanya?!
Entahlah kenapa aku jadi begini
bergairah, begini binalnya untuk mendapatkan kepuasan seksual di pagi ini. Tapi
Roy masih tidur pulas, sampai tidak menyadari bahwa tanganku sudah menyeRenyp
ke dalam CDnya, sudah menggenggam batang kemaluannya yang masih sangat lemas.
Dan kuremas-remas dengan lembut sesuatu yang tadi malam sangat memuaskanku itu.
Aku mulai gemas, kusembulkan zakar Roy
dari celah CDnya, lalu tanpa ragu lagi kudekatkan wajahku ke zakar yang masih
terkulai lesu itu. Gap…mulai kukulum dan kumainkan ujung lidahku untuk mengelus
puncak batang kemaluan Roy .
Dengan penuh semangat kuselomoti
batang kemaluan Roy yang
perlahan-lahan mulai membesar dan memanjang….terdengar suara nafas Roy ,
pertanda mulai bangun…batang kemaluannya pun mulai bangun, mengeras dengan
gagahnya!
Lalu terdengar suara Roy
mendesah, “Oo…oooh…mbak…oooh…ini enak sekali….oooh….”
Tanpa pikir panjang lagi kulepaskan
kimonoku, langsung telanjang bulat karena tak mengenakan pakaian
dalam…hmm..semuanya sudah dipersiapkan! Lalu kutarik CD Roy, sehingga zakarnya
yang sudah berdiri dengan gagah itu tak tertutup apa-apa lagi. Kemudian kudorong
dadanya supaya terlentang. Lalu aku merangkak ke atas tubuhnya sambil
mengarahkan batang kemaluannya supaya ngepas menekan liang kemaluanku yang
sudah membasah dengan lendir libido ini.
Lalu kuturunkan pinggulku, sehingga
perlahan tapi pasti zakar Roy
membenam ke dalam liang veggyku. Oh, gila, rasanya aku horny banget pagi ini.
Aku menelungkup setelah
menanggalkan t-shirt Roy. Lalu mulai aktif, menaik turunkan
pinggulku dengan goyangan yang
sudah terlatih. Dengan sendirinya batang kemaluan Roy
dibesot-besot oleh dinding liang kenikmatanku.
SAMPAI Roy meninggalkan rumahku,
rahasia itu tetap kujaga. Roy tidak
kuberitahu bahwa semuanya itu “hasil karya” abangnya sendiri. Aku tetap ingin
menjaga image suamiku dan aku sendiri, agar jangan dicap pasangan psikopat.
Memang semuanya seolah hanya bisa dilakukan oleh sepasang suami-istri yang
psikopat. Tapi aku sudah mulai menikmatinya, sudah mulai memahami jalan pikiran
suamiku, bahwa semuanya ini mendatangkan kenikmatan yang luar biasa, sekaligus
menghilangkan kejenuhan.
Hari demi hari berlalu. Apa yang
kucemaskan tidak terjadi. Aku dan Mas Janus enjoy-enjoy saja menempuh rumah
tangga, tanpa badai yang berarti. Bahkan anehnya sikap Mas Janus makin ramah
dan lembut padaku. Jadi tiada alasan bagiku untuk mempertentangkan
pendiriannya. Bahkan dengan jujur harus kuakui bahwa aku enjoy dengan semuanya
ini. Dan setuju dengan kata-katanya, “Daripada selingkuh di belakang, mending
selingkuh terang-terangan begini.
Yang penting semuanya harus under
control. Jangan jadi liar.”
Memang semua yang telah terjadi
dengan Roy kulaporkan kepada
suamiku, sebagai tanda masih under control. Dan suamiku malah tersenyum, tiada
ekspresi kemarahan sedikit pun. Bahkan semakin hangat dia memperlakukanku
sebagai istri syah dan ibu dari anaknya.
Lalu semuanya berjalan seperti
biasa. Tanpa gejolak yang berarti dalam rumah tanggaku. Sampai pada suatu
malam…ketika aku pulang arisan ibu-ibu di lingkunganku, kulihat Mas Janus
tersenyum-senyum sambil memelukku. Dan berbisik ke telingaku, “Aku lagi
bergairah sekali sekarang ini sayang.”
Biasanya kalau mau bersetubuh
dengan Mas Janus, aku suka ke kamar mandi dulu untuk membersihkan kemaluanku.
Tapi malam itu Mas Janus tak memberiku kesempatan. Langsung menelanjangiku di
dalam kamar dan menerkamku di atas tempat tidur.
Aneh memang, ketika batang kemaluan
Mas Janus membenam ke dalam liang ku, aku merasakan gairahnya begitu hebat.
Terlebih setelah batang kemaluannya mulai mengenjot liang veggyku, oh, kenapa
Mas Janus jadi ganas begini? Apakah dia habis makan obat perangsang atau
bagaimana?
Aku pun mulai menikmatinya dengan
sepenuh gairah kewanitaanku. Kugoyang pantatku dengan gerakan meliuk-liuk,
membuat nafas Mas Janus semakin mendengus-dengus. Aku pun terpejam-pejam dalam
arus kenikmatan.
Tetapi…ada yang aneh…ya…ini aneh. Bahwa
ketika Mas Janus sedang mengenjotku sambil menelungkup di atas tubuhku, terasa
ada yang mengelus-elus betis dan pahaku.
Aku mencoba memperhatikannya dengan
seksama. Apa yang sedang terjadi ini?
Dan alangkah kagetnya aku, setelah
menyadari bahwa ternyata memang ada tangan lain yang sedang mengelus pahaku.
Tangan itu adalah tangan Bang Rendy!
Ya, Bang Rendy sudah berada di atas
tempat tidurku dalam keadaan tak berbusana! Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah
ini semuanya sudah mereka atur sebelumnya?
“Ba..Bang Be…Rendy?!” seruku
tertahan.
Rendy cuma tersenyum dan tetap
mengelus-elus pahaku. Bahkan lalu ia memegang bahu suamiku sambil berkata
dengan senyum, “You istirahat dulu dong…biar aku yang menggantikanmu…”
Aku tak tahu lagi apa yang harus
kulakukan, terlebih ketika kulihat suamiku malah mengangguk sambil tersenyum
dan menarik batang kemaluannya sampai terlepas dari liang kemaluanku. Dan Rendy
merayap ke atas tubuhku sambil mengarahkan batang kemaluannya ke mulut ku.
Kupegang pergelangan tangan suamiku
yang duduk di sebelahku sambil menatapnya, “Mas…”
“Santai aja sayang,” sahut suamiku
sambil mengelus pipiku, “Enjoy aja.”
Belakangan aku tahu bahwa ketika
aku sedang arisan, Rendy datang dan sengaja disembunyikan di kamar mandi yang
bersatu dengan kamarku. Ah…semuanya memang sudah direncanakan.
Perasaanku jadi bercampur aduk
ketika lubang ku mulai dicoblos oleh batang kemaluan Rendy. Salah tingkah,
karena suamiku menyaksikan semuanya ini. Maka sambil menggenggam tangan suamiku
erat-erat, kupejamkan mataku…sambil merasakan nikmatnya zakar Rendy yang mulai
maju-mundur di dalam jepitan liang kewanitaanku.
Orang bilang rumput di pekarangan
tetangga selalu tampak lebih hijau daripada di pekarangan sendiri. Kini aku
merasakannya. Bahwa ayunasn Rendy terasa sekali membanjiri bathinku dengan
kenikmatan. Karena Rendy tak hanya menggenjot nya di dalam ku, tapi juga
mengulum-ngulum puting payudaraku, sesekali mengisapnya kuat-kuat. Sementara
tangannya pun tidak diam. Terkadang mengelus anusku, menimbulkan geli-geli nikmat
yang membuatku sering menahan nafas. Aku pun mulai merengkuh leher Rendy dan
memeluknya erat-erat, tanpa berani memandang ke arah suamiku.
Ketika kubuka mataku, kulihat
suamiku sedang melangkah ke kamar mandi, mungkin mau pipis. Saat itulah aku
merasa bebas untuk menggoyang pinggulku seedan mungkin, karena enjotan Rendy
emang terasa sekali enaknya. Dan ketika ia mencium bibirku, sengaja kupagut dan
kulumat bibirnya dengan penuh gairah. Biarlah, bukan aku yang merencanakan
semuanya ini.
Kelihatannya kelincahanku dalam
meliuk-liukkan pinggul justru membuat suamiku senang. Ia malah berkomentar
setelah keluar lagi dari kamar mandi, “Nah begitu dong, jangan bikin malu
aku….biar Rendy tau istriku ini jago goyang…hihihihi…”
Aku masih belum mengerti kenapa suamiku
bisa seperti itu. Yang jelas, kulihat dia enjoy-enjoy aja melihatku sedang
disetubuhi oleh sahabatnya, enjoy-enjoy saja melihat pinggulku bergoyang-goyang
edan.
Rendy pun sama enjoynya. Tanpa
peduli kehadiran suamiku, Rendy terkadang mendesakkan batang kemaluannya dalam
sekali, sampai menyentuh ujung liang ku. Ini membuatku merengek nikmat, dengan
mata merem melek.
Ketika aku mau merasakan titik
puncak orgasmeku, tak terkendalikan lagi aku merintih-rintih histeris,
“Ooohhh…Bang Rendy….oooh…aku mau orga Bang….ooooh….”
Tanpa peduli lagi bahwa suamiku
sedang menyaksikan semuanya ini.
Aku pun memejamkan mata dalam letih
dan puas. Tapi beberapa detik kemudian suamiku menggantikan peran Rendy,
memasukkan lagi zakarnya yang Masih keras ke dalam liang kemaluanku yang sudah
kebanjiran air mani Rendy. Aku tak kuasa menolak ataupun memberikan saran. Aku
hanya terdiam, lalu berusaha memuaskan nafsu suamiku dengan goyangan pinggul
sebisa mungkin. Padahal sekujur tubuhku masih terasa ngilu-ngilu.
Malam itu memang malam edan.
Setelah suamiku ejakulasi, Rendy maju lagi. Dia minta agar aku mengubah
posisiku jadi di atas. Lalu terjadilah persetubuhan yang kedua dengan sahabat
suamiku itu.
Tentu saja ronde kedua ini (kedua
untuk Rendy, ketiga untukku) jauh lebih lama daripada ronde pertama tadi. Aku
sendiri sudah tak tahu lagi berapa kali mengalami orgasme saat itu.
Yang aku tahu, setelah lebih dari
sejam kami bersetubuh, Rendy mencabut nya dari ku, kemudian menyemburkan sperma
hangatnya di dalam mulutku.
Setelah Rendy terkapar, aku
bergegas menuju kamar mandi, untuk berkumur-kumur dan membersihkan kemaluanku.
Lalu kembali ke kamar, tadinya ingin beristirahat. Tapi rupanya persetubuhanku
yang kedua dengan Rendy tadi menyebabkan libido suamiku berkobar lagi!
Terpaksalah kuladeni lagi suamiku,
karena merasa kasihan kalau nafsunya tidak kupuasi. Tapi, oh my God….selesai
suamiku menyetubuhiku, Rendy ingin meku lagi untuk yang ketiga kalinya!
Mungkin di situlah letak
keistimewaan main threesome seperti yang pernah diungkapkan oleh suamiku. Aku
sudah membuktikannya. Suamiku biasanya hanya menyetubuhiku 2 atau 3 hari
sekali. Tapi malam itu, ia mampu menyetubuhiku 3 kali! Berati aku mengalami
hubungan sex 6 kali di malam edan itu!
ESOKNYA, sepulang dari kantornya,
suamiku menghampiriku yang sedang rebahan di kamar.
“Bagaimana kesannya tadi malam, sayang?”
“Lemes….tubuhku serasa dilolosi….”
sahutku sambil tersenyum canggung.
Suamiku memelukku dan berbisik,
“Tapi kamu puas kan ?”
“Lebih dari puas,” sahutku sambil
mencubit lengan suamiku, “Mas sendiri sampai bisa tiga kali ya.”
Suamiku mengangguk, “Itulah
kelebihan threesome.”
“Emang Mas gak cemburu waktu Rendy
sedang menyetubuhiku?” tanyaku dengan pandangan penuh selidik.
“Tentu aja cemburu,” sahut suamiku
dengan senyum, “Tapi di balik rasa cemburu, nafsuku jadi berkobar dengan
hebatnya ketika melihatmu sedang disetubuhi oleh Rendy. Padahal belakangan ini
aku tak pernah lagi menidurimu lebih dari sekali dalam semalam kan ?
Tapi tadi malam….”
“…Sampai tiga kali!” tukasku.
Suamiku mengangguk sambil tersenyum
menggoda.
“Tapi…pada satu saat, mungkin Rendy
akan ngajak Mas untuk mengeroyok Yuli juga kan ?”
Suamiku tercenung sesaat. Lalu
katanya, “Mungkin saja. Tapi aku pasti minta izin dulu padamu. Gakpapa kan ?”
Meski berat terpaksa kujawab,
“Gakpapa…biar adil….tapi Mas…ada masalah lain yang selama ini jadi pikiranku…”
“Soal apa?”
“Si Roy itu…bagaimana kalau dia
ketagihan?”
“Ajak aja ke sini. Biar aku bisa
nonton diam-diam.”
“Dia gak mau Mas. Takut sama Mas. Kan
aku belum bilang kalau semua yang telah terjadi itu keinginan Mas sendiri.”
“Memang sebaiknya jangan bilang
dulu. Nanti disangkanya aku sudah gila. Padahal aku cuma ingin kreatif aja.”
“Jujur aja, tadi pagi dia nelepon.
Dia bilang ketagihan….”
“Tentu aja ketagihan. Cowok mana
yang tidak ketagihan setelah merasakan enaknya mu. Hehehe….”
“Mm…kalau…kalau…ah gak deh…”
“Lho, ngomong kok gak diterusin?!”
“Takut Mas marah.”
“Gak. Aku janji gak marah. Ada
apa?”
“Kalau dia ngajak ketemuan di satu
tempat gimana? Kabulkan jangan?”
“Dia kost di luar kota ,
dekat kampusnya. Di rumah kost itu banyak orang. Gak mungkin bisa ketemuan di sana .”
“Kalau…kalau…kalau di hotel?”
“Boleh aja. Yang penting kamu harus
laporan sama aku nanti.”
“Bener nih Mas?”
“Bener,” suamiku mengangguk,
sebaiknya sih di sini. Kan bisa
kuatur, misalnya pura-pura aku gak di rumah.”
“Lalu diam-diam Mas ketemuan sama
Yuli lagi?”
“Nggak sayang. Intinya bukan itu.
Aku merelakanmu digauli orang lain bukan karena ingin selingkuh dengan wanita
lain. Yang penting bagiku, bisa menyaksikan waktu kamu digauli orang lain itu.
Hal itu akan membuatku cemburu, lalu bangkit nafsuku…seperti tadi malam itu…”
“Yang tadi malam itu swinger juga
Mas?”
“Bukan, yang tadi malam namanya
threesome MMF. Kalau swinger ya waktu di Puncak itu.”
“MMF? Maksudnya?”
“MMF itu male-male-female. Kalau
FFM female-female-male.”
“Berarti bisa juga perempuannya dua
orang, lelakinya seorang?”
“Iya. Tapi pada dasarnya fisik
wanita lebih siap untuk menghadapi pria lebih dari seorang. Lelaki kan
harus ereksi. Kalau menghadapi wanita lebih dari seorang, pasti dia tak bisa
memuaskan wanita-wanita itu. Hanya buat gaya-gayaan doang. Kalau wanita kan
bisa melayani pria walaupun sambil tidur. Pria tidak bisa begitu. Penisnya
harus ereksi dulu sebelum melakukan kontak seksual.”
“Berarti wanita lebih tangguh
daripada lelaki dong Mas.”
“Iyalah, aku harus jujur mengakui
hal itu.” suamiku mengangguk, “Perempuan kan
tinggal telanjang dan telentang, mau diantri sama sepuluh lelaki juga bisa.
Tapi lelaki? Kalau sudah ejakulasi ya terkulai, letih lesu…dikasih bidadari
juga belum tentu mampu bangkit lagi…hehehe…”
Aku cuma tersenyum mendengar ucapan
suamiku itu. Semacam pengakuan lelaki. Bahwa sebenarnya perempuan ditakdirkan
lebih tangguh daripada pria secara fisik. Lelaki kalau dikasih 10 orang cewek
dalam semalam, pasti takkan ternikmati semua. Tapi wanita? Diantri sama 10
orang lelaki juga bisa. Tapi poliandri tetap merupakan hal yang janggal di
dunia ini, sementara poligami banyak terjadi di mana-mana.
“Kapan mau swinger lagi?” tanya
suamiku tiba-tiba.
“Sama Rendy dan Yuli?” aku balik
bertanya.
“Nggak harus dengan mereka. Masih
banyak alternatif.”
“Hah? Gak salah tuh?” aku melotot,
“Rencana apa lagi yang sudah tersimpan di hati Mas?”
“Masih kupikirkan,” sahut suamiku
datar, “Soalnya kita harus yakin teman swinger kita bersih, jangan sampai
menularkan penyakit.”
Aku tidak berani menanggapi. Lalu
kata suamiku, “Kalau dengan Rendy dan Yuli terus, kita bisa jenuh juga.”
“Ih…emang Mas punya rencana sama
siapa lagi?”
“Sudah ada dua pasang yang mau
swinger sama kita. Tapi aku harus memikirkannya dulu.”
“Tapi Mas…apa hubungan kita nanti
gak rusak?” tanyaku sangsi.
“Nggak sayang,” Mas Janus memelukku
lembut, “Yang penting jangan terlalu sering. Obat juga kalau over dosis bisa
berdampak negatif.”
Aku cuma mendengarkan. Da kata Mas
Janus lagi, “Sekali kita swinger, kesannya akan melekat dalam waktu tertentu.
Bisa sebulan, bisa dua bulan dan seterusnya. Tergantung dari kesan yang kita
dapatkan pada waktu swinger itu.”
Aku tetap tak mau menanggapi, takut
salah ngomong.
Kata suamiku lagi, “Sebenarnya
sekarang ada beberapa perkumpulan swinger, tersebar di kota-kota besar. Tentu
saja aktivitas mereka gak terlalu terbuka. Semuanya dilakukan secara rapi.
Seolah-olah kumpulan arisan keluarga biasa.”
“Masa sih?” aku tercengang, “terus
bagaimana cara aktivitas mereka?”
“Biasanya mereka bergerak tidak
terlalu banyak, supaya tidak menraik perhatian. Misalnya satu hari mereka
berkumpul di sebuah villa besar di luar kota .
Mungkin yang hadir hanya enam atau tujuh pasang. Lalu di villa itu mereka tukar
pasangan, bisa dengan cara mengundi atau atas kesepakatan semua pihak.”
“Ih…kalau yang begitu jangan mau
Mas. Lama-lama bisa over dosis seperti kata Mas tadi.”
Suamiku hanya tersenyum datar.
Entah apa yang sedang berada di alam pikirannya.
Kami sama-sama terdiam, hanyut
dalam terawangan masing-masing.
Hari berganti hari tiada peristiwa
yang penting, sampai pada suatu hari, terjadilah peristiwa yang tak kuduga
sebelumnya. Berawal dari kontak telepon dengan adik iparku:
“HALLO…Lagi ngapain Roy ?”
“Lagi nyantai aja. Apa kabar Mbak?”
“Baek. Kamu bener-bener kangen sama
aku?”
“Kangen sekali. Gimana ya…mm..aku
ketagihan Mbak…tapi takut ketahuan sama Mas Janus.”
“Ah, nggak apa-apa kok. Aku jamin
abangmu nggak apa-apa.”
“Nggak apa-apa gimana?”
“Nanti deh aku cerita. Tapi kalau
kamu mau dan ingin bebas, kan
bisa ketemuan di hotel.”
“Ih, takut Mbak. Sekarang sering
ada razia di hotel-hotel. Kalau sampai kena razia bisa heboh nanti. Mmm…kalau
Mbak mau, aku ada usul…”
“Apaan tuh?”
“Aku punya temen, Sony namanya.
Lengkapnya sih Sonyer, tapi biasa dipanggil Sony aja.”
“Terus?”
“Rumahnya kosong, cuma dia sendiri
di rumah itu. Orang tuanya di Amerika.”
“Terus?”
“Ya kita ketemuannya di rumah dia
aja. Gimana?”
“Lho, kalau dia tau gimana?”
“Gakpapa Mbak. Orangnya fair kok.”
“Terus?”
“Jujur, aku sudah bilang kapan-kapan
mau numpang pake salah satu kamar di rumah dia. Ya tadinya sih kalau Mbak gak
keberatan, mau kuajak ketemuan di rumah dia itu Mbak.”
“Kalau dia tau kan
malu, sayang.”
“Di dalam kamar tertutup, masa dia
tau apa yang kita lakukan?”
Aku tercenung sesaat. Lalu
terdengar lagi suara Roy di hpku,
“Kita ketemuan aja dulu di sana .
Nanti Mbak pertimbangkan di sana .
Kalau Mbak gak sreg ya cari alternatif lain.”
“Tapi kamu jangan bilang aku ini
istri abangmu. Gak enak.”
“Beres Mbak. Terus kapan kita
ketemuan di sana ?”
“Terserah kamu. Tapi harus di jam
kerja.”
“Mmm…Senin pagi aja ya.”
“Senin lusa? Oke aku setuju.
Soalnya tiap hari Senin abangmu suka pulang telat, kadang-kadang sampai malam.
Rumah temanmu itu di mana?”
Kataku. “Kita langsung ketemuan di sana
aja ya Roy. Jangan keliatan bareng perginya.”
“Baik, jam sembilan aku sudah stand
by di rumah Sony. Mbak mau pake apa ke sananya?”
“Ya pake taksi aja.”
“Sip deh! Sampai ketemu di sana
nanti ya Mbak.”
“Oke. Take care Roy .”
Setelah hubungan telepon terputus
aku tercenung. Memang harus kuakui, Roy
membuatku kangen terus. Maklum dia masih begitu muda, 19 tahun juga belum.
Tentu sangat beda dengan suamiku yang sudah 30 tahun. Aku sudah membayangkan
betapa nikmatnya dalam gasakan dan keperkasaan Roy
nanti.
Rasanya lama sekali menunggu hari
Senin tiba. Dua hari yang kunantikan serasa menunggu dua bulan lamanya. Aku
resah sekali rasanya. Tapi kusembunyikan keresahanku ini, jangan sampai
diketahui oleh suamiku.
Senin yang dinantikan tiba juga.
Jam 7 suamiku sudah berangkat
kerja. Setelah bunyi mesin mobilnya hilang dari pendengaran, bergegas aku
menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhku sebersih-bersihnya. Tak cukup dengan
itu. Selesai mandi kusemprot-semprotkan parfum ke setiap sela yang mungkin
tersentuh oleh Roy nanti. Aku ingin
menimbulkan kesan seindah mungkin di batin adik iparku itu.
Kukenakan celana jeans dengan
t-shirt biru tua yang agak ketat. Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam
taksi yang sedang menuju alamat rumah teman Roy
yang bernama Sony itu.
Rumah yang kutuju itu beberapa
kilometer di luar kota . Aku agak
tertegun melihat kemegahan rumah dengan pekarangan yang sangat luas itu. Pasti
orang tua Sony bukan orang kebanyakan. Mungkin seorang pejabat tinggi atau pelaku
bisnis papan atas. Hal itu membuatku ragu. Tapi begitu taksi berhenti di depan
pintu pagar rumah megah itu, Roy
datang menjemputku. Dengan sopan ia membukakan pintu taksi waktu aku mau turun.
“Temenmu mana?” tanyaku dengan
perasaan tak menentu waktu berjalan menuju pintu depan rumah megah itu.
“Lagi keluar dulu,” sahut Roy
sambil menggenggam pergelangan tanganku, “Santai aja Mbak. Di sini aku merasa
seperti di rumah sendiri.”
“Kita langsung aja ke kamar yang
sudah disediakan di atas yok,” ajak Roy
sambil menunjuk ke tangga yang menuju lantai dua. Aku menurut saja, meski
terasa sikapku serba canggung.
Di dalam salah satu kamar lantai
atas, aku mulai merasa tenang. Terlebih setelah Roy
menutupkan pintunya.
Pandanganku tertumbuk ke sebuah
foto besar berbingkai silver. Foto seorang anak muda di atas sebuah motor
Harley Davidson. Tampan sekali anak muda itu. Aku menduganya seorang artis yang
belum kuketahui namanya. Tapi Roy menunjuk foto itu sambil menerangkan, “Itulah
Sony. Ganteng ya Mbak.”
Aku cuma mengangguk cuek, padahal
hatiku berkata, “Ganteng dan sexy sekali temanmu itu….”
Kamar itu ada kamar mandinya. Maka
bisikku, “Aku mau pipis dulu ya.”
Celana jeans dan BH kugantungkan di
kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan CD dan t-shirt.
Rupanya Roy juga sudah melepaskan celana jeansnya, sama seperti aku, tinggal
mengenakan t-shirt dan CD.
Senyum Roy tampak menggoda waktu
aku menghampirinya. Lalu memelukku dengan hangat. Dan menciumi pipi serta
leherku, lalu melumat bibirku dengan hangat dan membangkitkan gairahku.
Supaya Roy lebih leluasa menikmati
kemulusan tubuhku, kulepaskan t-shirtku, sehingga payudaraku yang masih terawat
kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Roy
pun menanggalkan t-shirtnya. Lalu memelukku dengan hangat dan meraihku ke atas
tempat tidur. Aku pun mulai menggelinjang nikmat ketika Roy
mulai menjilati puting payudaraku.
Tak hanya itu, lidahnya mulai
menjilati pusar perutku dan turun terus, sampai akhirnya kemaluanku mulai
dijilatinya dengan penuh semangat. Aku pun mulai menggeliat-geliat dalam arus
kenikmatan, sambil merengek lirih,“Roy …oooh…ini
enak sekali sayang…kamu be…belajar dari siapa sih…kok pintar amat kamu main
emut begini…?”
“Belajar dari film bokep,” sahut Roy
sambil menghentikan jilatannya sesaat, lalu menyedot-nyedot kelentitku
membuatku mendesah-desah lagi dalam nikmat.
“Udah Roy…masukin aja….cepet…aku
pengen melepas kangenku sama t*t*tmu yang gagah itu…” pintaku sambil menarik
bahu Roy agar naik ke atas tubuhku.
Tapi setelah mulai
menggeser-geserkan zakarnya maju mundur dalam liang kenikmatanku, ia berkata
terengah, “Mbak jangan marah ya…sebenarnya Sony ada di rumah ini. Dia ingin nonton
kita Mbak…”
“Apa?” aku kaget, tatapanku tertuju
ke foto besar yang terpampang di dinding itu. Foto anak muda yang tampan itu,
“terus kalau dia ngiler nanti gimana? Kamu kok ada-ada aja.”
Nada ucapanku seperti protes. Tapi
diam-diam aku teringat pada peristiwa main bertiga dengan Rendy. Apakah pagi
ini akan terjadi kisah yang mirip itu?
“Dia orang sopan Mbak. Dia hanya
ingin nonton. Tapi…kalau dia gak tahan dan ingin ikutan, mainin aja nya sama
tangan Mbak…itu juga kalau Mbak gak keberatan. Pokoknya aku jamin tidak akan
ada pemaksaan, Mbak.” Roy mulai
mengenjot nya dengan gerakan syur, yang membuatku mulai terpejam-pejam.
“Nggak tau ah…” sahutku pura-pura
tidak suka. Tapi diam-diam khayalanku mulai melambung…membayangkan sesuatu yang
luar biasa indahnya.
“Dia menunggu izin Mbak untuk masuk
ke kamar ini. Izinkan jangan?” tanya Roy
sambil menghentikan gerakannya sejenak.
“Terserah kamu aja lah,” sahutku
dingin. Padahal diam-diam aku ingin melihat apakah Sony itu setampan wajah di
foto itu?
Tanpa menghentikan genjotan nya, Roy
berseru, “Sony! Come on…!”
Aku rada degdegan juga ketika
kudengar pintu dibuka. Soalnya aku dalam keadaan begini, keadaan telanjang
bulat dan sedang disetubuhi oleh adik iparku.
Lalu tampak seorang anak muda
tinggi semampai dengan wajah, Oh my God…! Tampan sekali Kau
Author : Unknown
( Bagi yang tau siapa penulis
aslinya, silakan kontak gw, supaya bisa gw lampirkan ^^ )
No comments:
Post a Comment