Tag : Cerita Swinger , Cewek Bispak , Cerita Dewasa , Cantik
, Cewek , Sex , Panas , Tukar Pasangan ,
Perek , Selingkuh
Kami berangkat ke Maryland ,
2 minggu setelah mendapatkan ijin tinggal. Pastinya karena peran Kakak iparku,
yang menjadi pegawai konjen di Maryland .
Dia bilang, sudah waktunya karyaku dilihat orang banyak, go international
katanya.
Aku seorang pelukis, 5 tahun menghabiskan waktu menjual
hasil lukisanku di galeri-galeri kecil di Yogyakarta ,
tempat kelahiranku. Di situ pula aku bertemu Novi ,
seorang gadis manis yang akhirnya bersedia menjadi istriku.
Seorang model lukisanku pada awalnya, aku ternyata jatuh
cinta dengan kesederhanaan dan keluguan Novi . Usia kami
berbeda cukup jauh sebenarnya, aku 26 tahun, dan dia baru beranjak ke usia 18
tahun. Tapi nyatanya usia bukan penghalang. Kami menikah setelah 6 bulan
pacaran.
Deshinta Inandita lahir 1 tahun kemudian di Yogyakarta ,
anak perempuan kami. 3 tahun kemudian, kami berdua berada di pesawat menuju
Amerika, menjemput impian kami, atau setidaknya impianku. Sengaja tak kubawa
anak perempuanku. Biarlah dia menikmati masa kecilnya di Yogyakarta ,
bersama kakek dan neneknya.
Perjalanan dari Washingto , DC ,
memakan waktu 1 jam, memakai mobil kakak iparku yang sengaja dititipkan di sana .
Terus terang kami tidak membawa terlalu banyak uang. Pun juga kakakku tidak
bisa membantu banyak dalam soal uang. Alasan itu juga yang akhirnya membuat
kami memilih daerah Cherry Hill sebagai tempat tingggal
kami.
Kakakku sementara akan membantu aku mencari Galeri-galeri
yang bersedia menjual lukisanku. Tidak terlalu susah, karena salah seorang
temannya adalah lulusan MICA yang membuka galeri kecil di downtown Baltimore .
Paling tidak kami bisa bernafas agak lega. Paling tidak
dapur kami bisa mulai mengebul. Sisa tabungan masih cukup, paling tidak sampai
bulan depan.
****
Apartemen kami ada 8 lantai, dan kami ada di lantai 4.
Tetangga kami ada 3. Yang pertama, tepatnya yang pertama menyapa kami, adalah
keluarga Patterson, Sam dan Kelly. Inilah keluarga kulit putih yang pertama
kali kami temui. Mereka adalah keluarga yang hangat, membuat kami merasa
diterima di negeri yang baru pertama kali kami lihat seumur hidup kami. Sam
yang berumur 45 tahun adalah buruh perusahaan tekstil di daerah Locust Point.
Kelly, istrinya, ternyata masih berumur 36 tahun, adalah seorang ibu rumah
tangga. Mereka berdua belum punya anak sampai sekarang, walaupun sudah berumah
tangga selama 12 tahun.
Tetangga kami kedua adalah Matty Wilkinson, seorang lansia
yang sudah hidup di apartemen itu bertahun-tahun lamanya. Suaminya, sudah
meninggal, adalah seorang veteran perang dunia kedua. Dia sama sekali tidak
menyapa, mungkin juga karena penyakit Alzheimer yang dideritanya. Cucunya
datang setiap sore membawakan makanan untuknya.
Tetangga kami yang ketiga adalah Tyrone. Kami langsung tidak
suka begitu melihatnya. Kami menengadah ketika menatap matanya. Tubuh tinggi
besar, mungkin sekitar 190 cm, hitam, dengan tato di lengan kiri dan kanannya.
Tatapannya ketika bertemu dan bersalaman dengan kami sangat kurang ajar. Dia
menatap kami dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan kemudian meneruskan
tatapannya yang sangat kurang ajar ke istriku.
“Nice to meet y’all,” katanya sambil menyalami kami berdua.
Dia memastikan bahwa tangannya menggenggam istriku lebih lama. Istriku
cepat-cepat menarik tangannya.
Ketika akhirnya kami selesai bersalaman dengan
tetangga-tetangga dan masuk ke apartemen kami, satu-satunya komentar istriku
adalah :
“Laki-laki itu menakutkan, mas.”
****
Ah, istriku istriku ….
Apa yang bisa kuceritakan tentang istriku selain
kesempurnaannya? Rambutnya yang panjang, matanya yang berbinar-binar, bibirnya
yang sensual dan kelihatan selalu basah, tidak terlalu tebal tapi juga tidak
tipis, lehernya yang jenjang. Istriku tidak terlalu tinggi, tetapi lehernya
yang jenjang itu membuat dia terlihat tinggi. Tidak bosan aku memandangnya,
apalagi menciumnya. Ya, menciumnya. Dengan penuh nafsu. Aku ingat malam pertama
kami di Yogya. menit-menit pertama aku habiskan dengan menciumi seluruh wajah Novi .
Begitu sempurna dan begitu mulus.
Mulus. kata itu memang tepat untuk mendeskripsikan kulit Novi .
Begitu mulus tanpa cela, dan putih. Kombinasi yang mematikan (atau
menafsukan?). Alasan itu juga yang membuat aku dulu memilih dia menjadi model
lukisanku. Dengan alasan itulah aku lebih sering meminta dia memakai kemben
ketika menjadi model, alasanku sih biar njawani, padahal aku cuman ingin
melihat bahunya yang putih mulus sempurna itu, dan mungkin sedikit belahan
dadanya.
Dadanya. Oh, betapa susah menggambarkannya dalam kata,
sesusah melukiskannya dalam kanvas. Dadanya tidak hanya sekedar tonjolan daging
sangat besar dengan puting warna merah jambu di atasnya, tetapi sebuah
kesempurnaan bentuk yang dibentuk dengan sangat hati-hati sekali oleh yang Maha
Kuasa. Dengan bentuk tubuh yang kecil, Novi mempunyai
dada besar yang sempurna. Apapun baju yang dipakai olehnya, sepertinya tidak
kuasa untuk menyembunyikan karunia Tuhan yang begitu besar itu. Dan dada itu
begitu kenyal. Aku begitu bangga ketika berhasil menikahinya, dan menjadi
satu-satunya pemilik keindahan itu. Dan keindahan serta volumenya semakin
bertambah ketika anak kami lahir.
Adalah hal yang wajar ketika setiap laki-laki yang memandang
istriku pasti terpana. itu juga sepertinya yang terjadi pada tetangga kami yang
baru.
****
Aku mulai bekerja sebagai pemain keyboard di sebuah pub
kecil bernama Gus, kira-kira 6 blok dari apartemen kami di waktu malam.
Siangnya aku bekerja di sebuah minimarket di Potee
Street . Penghasilan dari jualan lukisan ternyata
tidak seperti yang kami harapkan. Itupun sudah dengan kerja keras, karena
lukisanku ada beberapa yang aku jual ke Washington D.C, setiap minggu, 1 jam
perjalanan yang sangat melelahkan dengan bus antarkota. Itu juga yang membuat
aku sekarang sering pulang malam.
Istriku tidak bekerja, hanya di apartemen saja. Aku tidak
mengijinkan. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya. Siapa yang tidak khawatir?
Lingkungan yang buas dengan sosok wanita Asia yang
sempurna adalah kombinasi yang mematikan. Toh dia juga punya tetangga ibu rumah
tangga yang bisa diajak ngobrol kapan saja. Sally Patterson.
Suaminya sendiri jauh dari gambaran seorang lelaki bule yang
tegap, perkasa dan layak mendapatkan wanita seseksi Sally. Lagipula juga dia
jarang sekali mengobrol, kemungkinan karena dia sering sekali menginap di
pabrik. Sally jarang sekali membicarakan suaminya. Kami juga tidak terlalu ingin
tahu.
****
Hari itu ulangtahun perkawinan kami yang keempat, 4 bulan
setelah kami mendiami apartemen sempit ini, 4 hari setelah aku mendapatkan cek
sebesar $200 dari galeri kecil di utara Washington D.C. Benar-benar berkesan.
Aku bergegas pulang dari Pub, dengan membawa kado dan
karangan bunga mawar merah. Aku segera membayangkan malam indah yang penuh
dengan nafsu, yang kira-kira sebentar lagi aku dapatkan. Hal itu terbayang
sepanjang hari aku bekerja. Ketika aku makan siang, aku menyempatkan untuk berjalan-jalan
sepanjang Potee Street
untuk mencari hadiah untuk istriku. Tiba-tiba aku terpaku pada sebuah toko
pakaian. Itu bukan toko pakaian biasa. Itu toko pakaian dalam khusus wanita.
Ya, sebuah toko lingerie.
Sesuatu menggerakkan aku untuk masuk ke dalam sana .
Sesuatu gambaran mengenai istriku, dengan tubuhnya yang putih mulus sempurna,
mengenakan pakaian dalam yang seksi. Aku memutuskan untuk membelinya.
Kedatanganku di rumah segera disambut oleh Novi
yang telah menyiapkan makan malam yang romantis dengan lilin-lilin yang menyala
di seluruh ruangan. Dia tampak cantik sekali malam ini. Kami makan berdua,
sambil mengenang saat -saat kami di Yogya, pacaran, berjalan-jalan di pantai
Wediombo, melukis…
Dia menyerahkan sebuah bungkusan kado.
“Buka dong mas,” kata dia tersenyum manis. Oh, istriku yang
kucinta.
Ah, sebuah syal. Istriku memang pengertian.
“Untukku, mana?”
Aku menyerahkan bungkusan menarik itu kepadanya.
“yang, dipake malam ini ya yang,” kataku berharap. Dia
tersenyum.
“Isinya baju ya?”
“Lihat aja deh …”
Dia bergegas masuk kamar. Tiba-tiba dia menjerit. Aku sangat
terkejut dan segera berlari masuk kamar. dia menangis sambil melempar lingerie
pemberianku.
“Mas kok tega sih? itu pakaian pelacur mas, aku ga akan bisa
memakainya …,” katanya lemah sambil menangis sesenggukan.
Aku tertegun. Aku melakukan kesalahan fatal. Mataku menatap
lingerie di lantai itu.
“Pokoknya aku ga mau pakaian aneh-aneh kaya gitu mas.
Menjijikkan ! Mas lihat apa sih sampai beli baju kaya gitu?” Katanya marah.
“Aku cuman pengen liat kamu pakai baju itu yang, cuman buat
aku …”
“Aku ga mau, jijik !”
“ya udah…”
Ah. malam bencana. Aku mengambilnya dan menyimpannya di
lemari. Novi menyaksikannya dari jauh. Malam ini
tampaknya aku harus tidur sendiri.
****
Sally dan Novi tampaknya menjadi
sahabat karib. Mereka sering sekali mengobrol. Sally juga sering menemani Novi
mencuci di ruang cucian di bawah apartemen kami. Maklum, ruang cucian itu luas,
dan sepi, terutama di hari-hari kerja. orang-orang hanya mencuci di hari sabtu atau
minggu.
Yang aku perhatikan adalah, sejak berteman dengan Sally,
tampaknya Novi semakin terbuka mengenai seks.
Ya, seks. Kehidupan seks kami bisa dibilang datar-datar
saja, monoton, dan mungkin membosankan bagi sebagian besar orang. Pernah suatu
kali Novi bercerita kepadaku bahwa Sally bercerita
kepadanya mengenai pengalaman seksnya yang luar biasa, dengan seorang pria. Ya,
seorang pria lain yang bukan suaminya. Dan kata Novi ,
cara Sally menceritakannya benar-benar blak-blakan. Prasangkaku terhadap Sally
ternyata benar. Sally bukan teman yang baik buat Novi .
Tapi ketika mendengar Novi bercerita
tentang Sally seperti aku, aku tiba-tiba terangsang. Semakin terangsang ketika
Novi menceritakan kembali dengan detail, ketika Sally menggoda lelaki itu di sebuah
supermarket, dan bagaimana mereka akhirnya bercinta di parkir belakang
supermarket, siang hari bolong, dan bagaimana lelaki itu menembus Sally dengan
penis yang, kata Sally, berukuran monster. Aku tanpa sadar mulai mengelus paha Novi .
Kepalaku turun, berhadapan dengan dadanya yang indah, dan kemudian mengecupnya
dengan rakus dari luar dasternya. Novi berhenti
bercerita dan mengelus lembut rambutku.
Aku pelahan melepas dasternya dan mengungkap keindahan di
baliknya. Novipun melepas celana kolorku perlahan. Sampai sekarang aku
terangsang berat apabila melihat dada Novi . Payudaranya
yang indah seakan begitu bangga membukit indah dari dadanya. Putingnya yang
terangsang mengerucut indah, berwarna merah mudah. Dan puting itu begitu
mancung. Mulutku kembali menyusuri keindahan itu, kali ini tanpa halangan kain
daster. Tangan kananku meremas bukit indah itu sementar mulutku menyusu bukit
sebelahnya. Sebentar kemudian Novi melenguh. Dia paling
suka diciumi dadanya.
Tangannya kemudian beralih ke penisku yang sudah tegang
luarbiasa sedari tadi.
“Kalo punya mas, berapa sih panjangnya?” tanya dia manja.
“Kenapa tanya?”
“Ga, cuman penasaran aja.”
“boleh cek, tapi dikasih bonus cium ya …”
Eh, ternyata dia serius. Turun dari ranjang, Novi kemudian
mencari penggaris, dan bergegas mengukur penis yang menjulang.
“6 inch…. Panjang juga ya,” katanya sambil mengelus penisku.
Aku tersenyum bangga. 1 inch itu 2,5 centi.
“kalo panjang, dicium dong …”
Dia kaget dengan komentarku. Matanya memandangku lama. Aduh,
aku salah ngomong.
“Mas njijiki …”
Tapi kemudian mulutnya mencoba mencium kepala penisku.
“engga ah, mas, ga mau ….”
“ya udah… gapapa sayang.”
AKu kemudian meraih tubuhnya yang telanjang, dan kami
kembali berciuman. Kali ini aku ingin menciumi seluruh tubuhnya, dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Ketika ciumanku tiba di vaginanya yang telah basah,
tangannya menahan kepalaku.
“Ga mau ah, mas, jijik, …”
“Tapi aku mau …”
“Ga mau …”
Ya sudah, lanjutkan saja dengan penetrasi. Seperti biasa,
aku keluar duluan. Novi selalu menggantung. Tapi sepertinya dia cukup puas.
Sepertinya ….
****
Suatu hari aku pulang lebih cepat. Jam 8 malam. Gus tutup
lebih cepat karena anaknya kecelakaan. Aku telepon rumah dulu, memastikan
istriku ada ketika aku pulang dan sudah menyiapkan segalanya.
Apartemen kosong ketika aku masuk.
“Nov, Nov, kamu lagi ngapain?”
“emmass, ke kamar dong …..”
Eit, kok menggoda gitu kayanya. Aku bergegas masuk kamar.
Novi berbaring di ranjang. Tertutup rapat selimut.
“kenapa yang?Sakit ya?”
“ga, kok, cumannnn ….”
“cuman apa?”
“ehm, horny terus dari tadi,” katanya sambil membuka
selimut. Gila, dia telanjang bulat. Jadi ngajak nih? Ada angin apa nih sampai
segitu hornynya? Nganeh-nganehi.
langsung saja kuterkam dia. Eh, kali ini dia orgasme lebih
cepat. Tak tahu kenapa.
****
Minggu- minggu berikutnya, tak tahu kenapa, gairah istriku
semakin meningkat. Akunya yang kewalahan. Sungguh. Lagipula aku tak pernah bisa
memuaskannya. Sering sekali aku mengeluh capek atau pusing supaya aku terhindar
dari kewajiban memuaskan nafsunya.
Suatu hari ku pulang, pas sekali berbarengan dengan istriku.
Jam sembilan malam.
‘Dari mana kamu, yang?”
“Biasa, mas, nyuci di bawah …”
“Ga sama Sally?”
“Eeem, dia, dia, lagi sakit …”
Aku memandang wajahnya. Ada noda putih di samping bibirnya.
Seperti Lem. Banyak. Sampai ke dagunya.
“Itu kena apa bibirnya?”
“Apa sih ..”
Dia sadar, trus segera mengelap noda putih itu. Dia tampak
gugup.
“Kena sabun kayanya …”
“Sabun cuci kok sampe lengket gitu …,” kataku santai. Aku
bergerak mencium bibirnya. Segera tangannya menahan dadaku.
“jangan, belepotan….”
****
Perasaanku sungguh tak enak pagi itu. Minimarket juga sepi,
tidak seperti biasanya. Rasanya ada yang salah hari itu. Kepalaku serasa
berdenyut-denyut. Ketika makan siang, aku mencoba menelepon apartemen. Aku
khawatir terjadi apa-apa di apartemen. Hanya perasaanku saja. Tidak ada yang
mengangkat. Aku coba sekali lagi. Tidak ada juga yang mengangkat. Aku
menenangkan hatiku. Mungkin istriku lagi ke ruang cuci.
Ah, apa iya? dua hari yang lalu kan baru saja nyuci. Apa dia
ke tetangga ya? Iya kali, ketempat Sally. mereka kan sama-sama ibu rumah
tangga. Aduh, kenapa sih jadi resah begini? biasanya santai…
Aku akhirnya memutuskan pulang. hari itu pukul 2 siang.
Sesampai di rumah, segera kuketok pintu apartemen. Tidak ada yang membuka.
Kemana Novi ya?
Aku mengetok pintu apartemen Sally. Sally membuka pintu.
Memakai baju senam yang seksi, keliatan sekali dia baru saja olahraga. Peluh
menetes di keningnya.
“What’s up Ira?”. Namaku Irawan. susah sekali orang amerika
menyebut nama itu. Akhirnya aku mereka panggil Ira, tulisannya Aira.
“seen my wife?”
“Nope.”
“Felling well aren’t you?” tanyaku.
“what do you mean?”
“I thought you’re sick. Novi told
me.”
“What? I’m very well, thank you. You see that I’ve been
working out, don’t you?”
“Thanks alot , Sally.”
Jadi Istriku bohong ketika dia bilang Sally sakit. Untuk
apa?
AKu bingung. Kemana Novi pergi?
Aku akhirnya turun ke bawah, ke ruang cucian. Mungkin Novi
ada di sana seperti biasa. Baru pertama kali aku turun ke basement ini.
Laundromat atau ruang cucian ada di ujung basement ini. Basement ini adalah
ruang parkir bawah tanah. Cukup menakutkan ternyata. Pantas saja istriku selalu
minta ditemani Sally. Lampunya remang-remang. Terdapat sinar sedikit saja di ruang
cucian.
Aku berjalan perlahan. Sepi sekali. Dan lebih sepi lagi
karena aku memakai sepatu karet kesukaanku. Sepatu itu samasekali tanpa suara.
Aku masuk ke Ruang cucian. Pintu gesernya berderit.
Aku mendengar suara-suara. Ruang cucian terdiri atas dua
ruangan. Ruangan pertama adalah semacam ruang tunggu dengan kursi berjajar.
Tidak luas. Ruang kedua adalah ruang cuci itu sendiri, dengan mesin cuci yang
berjajar. Aku menajamkan pendengaranku. Sepertinya suara laki-laki. Sepertinya
suara itu sedang memerintah. Aku tidak tahan untuk tidak mengintip.
Oh rupanya Tyrone. Dengan pasti aku mengenali dia, meskipun
aku melihatnya hanya dari belakang. Dia berdiri di samping mesin cuci. Dari
sini aku hanya bisa bisa melihat bokongnya yang hitam, dengan otot-otot yang
menonjol sempurna. Mana teman bicaranya?
“OOOOh, shit, that’s good baby. Suck it goood …”
“yes, baby, suck that big black cock …”
“Oh god, this is great …. Lick it …”
Aku tidak jelas melihat, tapi aku yakin ada kepala seorang
wanita, tepat di depan penis Tyrone. Oh, pastinya sedang terjadi oral sex di
sini. Aku beranjak pergi dari situ, tapi rasa penasaran yang amat sangat
menahanku.
“Get up baby … I want to see your delicious body …”
Sosok wanita itu berdiri. Aku masih belum jelas melihat
wajahnya, tapi jelas, tinggi tubuhnya tidak sebanding dengan sosok Tyrone yang
tinggi besar.
“God, you’re beatiful, hot as hell…,” kata Tyrone sambil
mencium wanita itu.
Sialll. Kepalaku serasa pusing tidak terhingga. Hatiku
hancur. Tubuhku lemah. Kakiku serasa tidak kuat menopang tubuhku. Aku jatuh
terduduk.
Itu istriku. Itu istriku yang baru saja mencium Tyrone,
dengan senang hati mengulum penisnya. Penis yang bukan punya suaminya !
Aku tidak punya daya. Mataku terus mengintip aksi mereka.
Saat itu Novi memakai rok terusan yang berkancing di
depan. Tyrone mulai membuka kancing bajunya satu persatu, sambil tetap menciumi
bibir istriku.
Tidaaak ! Tidak mungkin. Novi memakai
lingerie yang aku pakai. Dan ooh, lingerie itu … benar-benar sempurna menempel
di tubuhnya.
Lingerie warna hitam itu melekat pas di tubuhnya, dengan cup
BH yang kecil, cuman seperempat, membuat payudara Novi
serasa tumpah, tergencet oleh kecilnya cup itu. Rendanya benar-benar membuat
terangsang siapa saja yang memandangnya. Payudara itu rasanya ingin meloncat
keluar, bahkan tali BHnya yang sangat kecil itu tak kuasa menahan volumnya. dan
ya Tuhan, putihnya ….
Lingerie itu melingkari tubuh Novi
dengan renda-renda yang transparan. Tyrone bergerak melepas bajunya sampai
terus kebawah, sambil terus menciumi payudara yang tersembul itu.
Celana-dalamnya yang dibuat terpisah dari lingerinya, sungguh sangat
merangsang. Potongan pingggangnya tinggi, renda-renda di tepinya, dan depannya
transparan, membuatku sekilas melihat bulu-bulu rapi vaginanya.
Lingerie itu punya semacam kaitan yang berhenti di bagian
paha untuk menahan stocking. Orang bule menyebutnya Garter. dan Garter itu,
oooh, sungguh indahnya melingkar di paha Novi , dengan
rendanya.
Kali ini baju Novi telah lepas
semuanya, memperlihatkan kesempurnaan tubuh Novi dibalut
lingerie yang menawan.
Tyrone berhenti sebentar.
“God, you’re the most beautiful bitches I’ve ever seen,”
katanya sambil mengelus dada Novi .
“Really?”
“God yes,” Katanya sambil langsung merobek lingerie itu
menjadi dia, menarik talinya sehingga payudara Novi
seakan meloncat keluar.
“you like what you see, Ty honey?”
DIa memanggilnya honey?
“You bet bitch !”
Dengan rakusnya Tyrone segera meremas dan mengulum dada
sempurna itu. Novi mulai merintih sambil membelai
kepalanya. Ya Tuhan, payudara sempurna yang seharusnya hanya menjadi milikku,
sekarang diremas dan diciumi oleh orang lain.
“Ty, we can’t do it here. Can we go to your apartement?”
“No we can’t. My nephew’s there. Shit, can we do it here?”
“We can’t honey. Somebody will see us.” Mulut Tyrone masih
ada di dada Novi .
“what about your fishin husband?”
“Naw, he’s still in store. Believe me. C’mon …”
Mereka bergegas memakai pakaiannya kembali.
Aku langsung cari tempat sembunyi. Oh Tuhan, kenapa aku jadi
seperti orang tolol begini?
———————-
Part II
Untung ada Sally!
Aku bakalan mati bosan di apartemen ini apabila tidak ada
Sally. Rutinitasku benar-benar sangat membosankan. Setiap pagi hanya nonton
soap opera, atau Oprah Show. Beli sayuran juga amat-amat jarang, karena hampir
selalu mas Irawan yang beli. Kami berdua jarang sekali keluar jalan-jalan,
karena suamiku hampir tidak pernah libur. Libur 1 hari dalam 10 hari, Mas
Irawan biasa menghabiskan waktunya dengan tidur dan nonton TV.
Sally sudah menjadi teman yang menyenangkan sejak pertama
kali aku bertemu dengan dia. Tipikal perempuan Amerika yang, kalau kubilang,
cukup cantik. Rambut pirang, mata berbinar, tubuh tinggi, dengan
lekukan-lekukan tepat yang pasti membuat orang bule tertegun. Dan dadanya itu,
aku menjadi minder ketika berhadapan dengan dia. Aku selalu berpikir bahwa
dadaku besar, tetapi ketika aku melihat payudaranya, oh, Tuhan, itu pasti
payudara terbesar yang pernah aku lihat.
Setiap kali aku bosan, aku akan mengetuk pintunya, dan
diapun dengan senang hati menerimaku, untuk sekedar ngobrol-ngobrol atau nonton
TV berdua. Semakin lama aku mengenal Sally, aku pun tahu bahwa dia orang sangat
“terbuka”. Terbuka dalam hal berpakaian, dan terbuka dalam hal bercakap-cakap.
Pakaian Sally sehari-hari tidak jauh dari kebanyakan ibu
rumah tangga Amerika pada umumnya. Yang aku heran, setiap kali kami pergi
mencuci atau pergi keluar (biasanya karena aku dipaksa menemani dia), dia
selalu memastikan bahwa dia selalu memakai pakaian, yang menurutku, menampilkan
“aset”nya yang berharga, kaki panjang dan dada besarnya. Pakaian bepergiannya
tidak jauh dari tanktop-tanktop superketat, hotpants, atau gaun terusan mini
dengan belahan dada yang sangat rendah. Aku kadang agak malu dan sedikit takut
ketika berjalan bersama dia, karena hampir pasti setiap laki-laki di jalan
menggodanya. Ketika kutanya kenapa dia selalu berpakaian seperti itu ketika
bepergian, dia menjawab :
“You know what, Novi , you should
proud of your body. If your husband can’t appreciate it, let somebody else
does. And dressing sexy like this really turns me on. You should try it
sometimes hon ..”
Emmm, kurasa tidak. Tubuhku hanya boleh dilihat oleh
suamiku. Uh, suamiku tampaknya sekarang sudah terlalu capek untuk menikmati
tubuhku.
****
Keterbukaan Sally juga terlihat ketika dia bercerita. Aku
kadang berpikir bahwa Sally tidak seharusnya berbicara mengenai hal-hal itu,
karena dia sudah bersuami. Sally paling suka menceritakan pengalaman di masa
dia masih di highschool. Bukan pengalaman biasa, melainkan petualangan seks.
Ya, seks, dengan banyak laki-laki. Pernah dia bercerita mengenai petualangan
seks dengan guru kelasnya. Bagaimana ia menggoda gurunya itu dengan selalu
duduk di depan, memakai rok supermini, dan kadang tanpa mengenakan celana
dalam. Dan anehnya, aku mulai menikmati cerita-cerita itu, dan lebih aneh lagi,
aku sering sekali menjadi terangsang.
Sally selalu cerita bahwa dia tidak pernah puas urusan
ranjang dengan pria kulit putih. “Black Cocks, Big Black Cocks are the best,
hon.” selalu itu kata dia. Penis pria kulit hitam adalah yang paling memuaskan.
Pernah suatu kali dia menceritakan pengalamannya berhubungan seks dengan
seorang laki-laki kulit hitam asing di tempat parkir sebuah supermarket. Asing,
dia bahkan tidak tahu namanya. Dengan sangat detail, dia menceritakan bagaimana
penis besar lelaki itu berusaha menembus vaginanya, dan bagaimana vaginanya
berusaha “menelan” penis sebesar itu.
“You know hon, that’s the biggest cocks I’ve ever tasted.
And I really really like it …. I Think I got, like, 4 orgams … ” tukasnya.
4 Kali orgasme? Suamiku bahkan tidak pernah memberi satupun
kepadaku selama beberapa tahun pernikahanku.
“How big is it?” Tanpa sadar aku bertanya, dan aku malu sendiri
mendengarnya.
“Gosh, it’s like a foot length, and its width, wow, so
fishing thick,” tukasnya sembari memegang kaleng Diet Coke.
Aku sungguh terangsang mendengar hal itu. Dan yang aku
pikirkan sepanjang hari hanya itu. Tak sabar aku menunggu suamiku datang.
Mungkin dia bisa memuaskanku kali ini.
****
Aku tidak tahu, semakin lama aku bergaul dengan Sally,
semakin dalam keinginanku menjadi seperti dia. Aku mengagumi kebebasannya,
pengalaman-pengalamannya, dan yang terpenting, aku ingin sekali merasakan
pengalaman-pengalaman seks itu sendiri.
Pagi itu seperti biasa aku ke tempat Sally. Pintunya
tertutup rapat. AKu mengetuk berkali-kali dan tidak mendapat jawaban. Ah,
mungkin dia pergi jalan-jalan. Sebel! kenapa sih dia ga ajak aku? Mending nyuci
saja. Aku kemudian mengumpulkan pakaian kotor di apartemen kami. Beginilah
nasibku. Berada di luar negeri tetapi seperti pembantu. Bosan, bener-bener
bosan.
Basement, tempat ruang cucian, adalah tempat paling tidak
favorit buatku, dan mungkin juga sebagian besar penghuni apartemen ini. Tempat
yang sepi, remang-remang, dengan mesin-mesin cuci kuno yang besar. Sebagian
penghuni apartemen lebih memilih mencuci di downtown karena tempatnya baru dan
mesin-mesinnya masih bagus. Satu-satunya alasan aku masih mencuci di sini
adalah biaya bulanan yang murah.
Seperti biasa, basement sepi. Aku beranjak masuk ke ruang
cuci ketika tiba-tiba kudengar suara-suara. Ah. itu suara Tyrone dan Sally. Aku
beranjak menyapa mereka, melangkah ke pintu ruang sempit itu ketika kudengar Sally
menjerit.
“Oh, God, Ty, fish me now with that big cock!”
“You like it bitch?”
“God damn Ty, fish me hard, right now!”
Aku mengintip. Oh, Tuhan. Yang sedang mereka lakukan ….
Sally berdiri, agak membungkuk. Kedua tangannya bertumpu
pada mesin cuci. Setengah bajunya sudah terangkat ke atas. Kedua payudaranya
yang besar menggantung bebas, bergoyang mengikuti irama dorongan.
Dorongan Ty. Tubuhnya yang besar ada di belakang Sally.
Celananya sudah turun ke bawah. Pantat itu ….
“I’m gonna rip you bitch !!!!!”
“Do it now, you motherfisher!”
Oh, tidak. Mereka akan melakukannya. Saat ini, di tempat
ini.
“ooooh, god, pleaseeee, do it slow, honn. You’re to big
…..!”
Ty mulai menggerakkan pantatnya yang kekar itu pelahan.
Sangat pelahan. Sepertinya memastikan bahwa penisnya masuk ke dalam vagina
Sally.
Penisnya. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Dan, sungguh,
aku sangat penasaran dengan bentuknya.
Ahhh, tiba-tiba aku menjadi sangat terangsang.
Aku jatuh terduduk. Jantungku berdebar kencang sekali. Seumur
hidupku, aku belum pernah mengintip orang lain, apalagi sedang melakukan
perbuatan seperti itu. Kepalaku pening. Tapi aku merasakan sesuatu yang bangun
di bawah sana . Ada
rasa gatal yang harus segera digaruk. Tanpa sadar tanganku bergerak ke bawah
sana.Kumasukkan tanganku ke dalam celana dalamku, mencari gatal itu. Oooohhhh,
rasanya luar biasa tatkala tanganku bergerak mengelusnya. Bergerak, seirama
dengan pompaan penis Ty masuk jauh ke dalam vagina Sally. Dan, suara Sally,
tidak terbayangkan lagi betapa kerasnya. Menjerit, merintih, berteriak, atau
apapun namanya.
“Oh, god, yesss, yesss, ….”
“Shit, you’re so tight bitch!”
Ty terus memompa, dan aku, dari kejauhan, mengelus bagian
dalam vaginaku, yang sekarang sudah sangat basah, seirama dengan pompaan itu.
Sungguh, luar biasa rasanya. Jauh lebih nikmat daripada gesekan penis suamiku.
Aku makin cepat menggosokkan jariku ke klitorisku ketika kurasakan kenikmatanku
semakin memuncak. Sepertinya Sally pun merasakan yang sama. Jeritannya semakin
tidak karuan. Iramanya semakin cepat. Nafasnya memburu, terengah-engah, semakin
tidak teratur.
“OOhhh, good, yess, yes yes, yess…ooohh, … goood! you’re
big, I’m cummmmiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnng !!!”
Sambil berteriak panjang, kedua tangan Sally menggebrak
mesin cuci, dan kemudian lunglai bersandar padanya. Ty menghentikan pompaannya.
“Bitch, I ain’t cumming yet! You just can’t handle it,
dontcha bitch? You just can’t handle being fished by a big black cock like
mine, dontcha bitch?”
Tangan Ty melayang menampar pantat Sally yang montok. Bekas
merah padam nampak di belahan pantat itu.
Dan di saat yang hampir sama, kurasakan aku sendiri
merasakan kenikmatan luar biasa dari gesekan tanganku. OOOH, nikmatnya.
Benar-benar lain, kenikmatan karena memandang adegan seksual paling intens yang
pernah aku rasakan. Tanganku basah kuyup. Mataku terus menyaksikan adegan itu.
Ty kemudian melanjutkan pompaannya. Apa? aku tidak tahu
waktu saat itu, tapi yang jelas sangat-sangat lama, dan yang jelas Ty
benar-benar mempunyai daya tahan yang luar biasa. Sally, yang sudah pulih dari
orgasmenya, kembali merintih-rintih menahan nikmat, dihajar oleh penis Ty yang
besar.
Aku berbalik. Sungguh tak tahan dengan pemandangan itu.
Pemandangan yang membuat aku iri. Aku membatalkan niatku untuk mencuci hari
itu.
****
Sally berpamitan padaku pagi ini. Pergi ke tempat saudaranya
di Boulder , Colorado .
Mungkin satu minggu penuh. Dan aku menjadi sangat kesepian hari itu. Tetap, aku
tidak pernah menanyakan peristiwa yang aku lihat lusa kemarin. Aku tidak mau
dikatakan sebagai pengintip.
Hari selasa sungguh membosankan. Suamiku berkata bahwa hari
ini dia akan lembur. Katanya di Pub ada kiriman peralatan bar yang baru, yang
harus segera dipasang di bar. Aku melakukan pekerjaan rumah seperti biasa,
dilanjutkan dengan jam-jam menonton opera sabun, film, dan talkshow.
Sorenya aku bergegas ke basement, tugas rumah terakhir. sore
itu basement sangat sepi, seperti biasanya. Aku memasang headphone walkmanku,
sambil memasukkan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci.
Cukup lama aku berkutat di dalam kesendirian sampai suatu
saat, tepukan di bahuku mengagetkanku setengah mati.
“Doin’ the laundry miss?”
Aku menoleh sambil mencopot headphone. Rupanya Ty. Tiba-tiba
saja jantungku berdentum ekstra keras, mengingat kejadian kemarin.
“Errr, yes, like usual ….” Tak pasti jawabku, bergetar. Ty
memakai kaos basketball warna ungu yang menunjukkan tonjolan-tonjolan ototnya
yang nyaris sempurna, dengan tato-tato di tangannya. Kemudian dia bersiul.
“Woow, that’s naughty,” katanya sambil menunjuk celana
dalamku yang tanpa sadar aku pegangi terus dari tadi. Aku gugup dan kemudian
segera memasukkannya ke dalam mesin cuci. Celana dalam itu berwarna merah tua,
dengan renda-renda yang transparan di bagian tengah. Celana kesukaan mas Irawan.
Dia kemudian tertawa terbahak. Setelah itu aku membuang
muka. Malu setengah mati, sambil berharap untuk cepat-cepat keluar dari ruang
cuci ini. Ty mulai memasukkan pakaian-pakaian kotornya ke dalam mesin cuci.
“Shit, where’s the soap ….”
Ty bergerak mengambil sabun cuci yang ada di sampingku.
Gerakannya membuat badannya bergeser di belakangku, sepertinya tidak sengaja,
membuat tonjolan celananya menggesek pantatku. Aku merinding. Aku merasakan
tonjolan besar tepat di belahan pantatku. Dia menahan dirinya agak lama di
belakangku. Aku bergerak maju untuk menghindari, tapi sia-sia karena sudah tak
ada ruang lagi antara tubuhku dengan mesin cuci.
“Sorry …,” katanya sambil nyengir.
Kami kembali melanjutkan aktivitas kami. Aku sudah akan
beranjak keluar untuk duduk-duduk di ruang tunggu menunggu cucian selesai
ketika kudengar teriakan kecil. Aku menoleh.
“Man, I almost forgot my underpants,” katanya santai, dan
tiba-tiba saja, memelorotkan celananya ke bawah. Aku menelan liurku. Lidahku
kelu. di depanku, Ty hanya mengenakan celana dalam putih ekstra ketat yang
menunjukkan tonjolan penis dan buah zakarnya. Ty seperti acuh saja meneruskan
mencopot celana dalam putihnya dan kemudian memasukkannya dalam mesin cuci. Aku
tertegun. Seharusnya aku keluar segera dari tempat itu, tapi tidak. AKu tidak
keluar. Aku ingin melihatnya. AKu ingin melihat seperti apa penis yang
dipuja-puja oleh Sally itu.
Penis itu masih lunglai. ya, masih terkulai dan ukurannya
sama dengan kepunyaan mas Irawan. Warna hitam legam, dengan kepala berwarna
ungu legam. Dan kedua buah zakarnya, menggantung bebas di bawahnya. Ukurannya
luar biasa besar. Mungkin sebesar bola tenis. DIa menatapku sambil nyengir.
“Do you like it miss?”
Aku diam. tak tahu harus menjawab apa.
“You can touch it if you want. It won’t bite you, hehehe,”
ketawanya sombong. Aku masih terpaku di tempatku.
“You like what you saw yesterday miss?”
Aku terkejut. Benar-benar terkejut.
“Wh-hat dddo you mean?”
“Hohoho, I think you know what I meant. I saw you peeking on
me and Sally yesterday, doin’ bad things ….”
Apa? bagaimana dia tahu kalau aku mengintip?
“I bet you kept thinking about it, dontcha?” Kini dia
selangkah maju, mendekati aku. Aku merasakan nafasnya hangat di dekatku. Aku
merinding. Darahku berdesir. Aku tidak boleh membiarkan hal ini. Hati kecilku
ingin aku kelaur segera dari tempat ini, tapi aku tak bisa. Tak tahu kenapa.
“you wanna touch it, dontcha? feel it, squeeze it, taste it,
dontcha?” Sambil berkata begitu, tangan Ty menggenggam tanganku, dan
mengarahkannya ke penisnya. Aku diam saja. Tanpa sadar, tanganku sudah
menggenggam penisnya. Dan mulai membelainya. Iya, membelainya. Pelahan. Penis
itu mulai membesar di genggaman tanganku. urat-uratnya yang mengalirkan darah
terasa berdetak di tanganku. Kepala berwarna ungu itu mulai membesar,
menampakkan lubang seakan ular bermata satu yang mengintai korbannya. Aku.
Batang penis itu mulai tak cukup di genggaman tanganku. Aku meneruskan
belaianku, dan batang itu semakin besar saja di genggamanku. Urat-urat penisnya
mulai tampak menonjol, menghiasi batang panjang berwarna hitam legam itu. ya,
aku setuju dengan Sally. Penisnya memang luar biasa besar dan panjang. Mungkin
8 inchi. Hampir dua kali lipat panjang penis mas Irawan.
“You know bitch, it will be happy if you kiss it….”
Apa? Mencium penis itu? seumur hidup pernikahanku saja, aku
sama sekali tidak pernah mau mencium penis suamiku. menjijikkan. Tapi ada
dorongan lain yang tak aku mengerti. Seakan aku menjadi semacam hamba yang siap
menuruti tuannya, si negro pemilik penis besar itu. Jujur, rasa penasaranku
mengalahkan segalanya.
Aku membungkuk. Dengan sedikit ragu aku menciumnya. Mencium
kepala penis ungu yang superbesar itu. Penis itu bergerak. Sialan! pasti dia
yang menggerakkannya. Aku melihatnya tersenyum lebar.
“C’mon bitch, I know you want it sooo bad,” katanya sedikit
sombong.
Tak tahu kenapa, aku meneruskan menciumi kepala penis besar
itu. Dengan segenap hati.
“On your knees, bitch,” katanya kasar dengan memegang
kepalaku. Hei! Tapi aku melakukannya. Aku terduduk. Tak tahu apa yang harus
lakukan, aku kembali menciumi kepala penisnya.
“Gosh, don’t you know how to suck cock good, bitch? Lick it,
all the way from the balls,” katanya memberitahu aku. Apa? Tapi aku
melakukannya. Aku benar-benar benci pada diriku sendiri saat itu. Aku akan
mengkhianati suamiku sendiri. Dengan orang asing. Seorang Negro.
Seperti seorang pemula yang baru belajar, ku mulai menjilati
penisnya. Kumulai dengan kantong zakarnya yang diselimuti bulu tebal. Tak yakin
dengan apa yang harus kuperbuat, aku mengulum salah satu bola zakarnya.
Serentak bau aneh menyergap hidungku. Tiba-tiba aku terangsang hebat.
“ooh, that’s good ….”
Dorongan untuk memuaskan laki-laki ini kurasakan sangat
besar. Aku kembali dengan agresif menciumi, mengulumi bolanya, sambil mengelusi
batang penisnya dengan tanganku. Kulanjutkan jilatanku menyusuri bagian bawah
batang penisnya yang berurat itu. Dan aku merasakan penis itu tumbuh semakin
besar. Ha? Mustahil. Jilatanku berhenti tepat di bagian bawah kepala penis, dan
kemudian, kugigit pelan bagian itu dengan kedua bibirku.
“Shit, that feels great …. Now, bitch, it’s time to suck a
real cock …”
aku setengah ragu dengan pernyataannya. Tapi kurasa aku
paham apa maksudnya. Dengan kegugupan, karena aku baru sekali melakukannya, aku
mulai membuka mulutku untuk mengulum kepala penis monster itu. Aku sedikit
bergidik ketika melakukan itu.
“oooooooh, that’s great for a start, bitch, suck it ….
yesss, suck it goodd …”
Aku berusaha memasukkan penis itu kemulutku, tapi tak bisa.
Terlalu besar. Hanya 1 inchi yang berhasil kumasukkan ke dalam mulutku.
Kepalaku kemudian kugerakkan naik turun dengan penis itu di mulutku, tepatnya
dipaksa untuk bergerak. Tangannya yang kasar memegang dengan kasar kepalaku,
seakan memaksaku untuk memasukkan lebih dalam lagi penisnya ke mulutku. Aku
berusaha. Sambil menghisap, lidahku kumainkan di lubang penisnya. Dia berteriak
tanda senang. AKu melanjutkan permainanku. Tanganku juga tak henti bergerak
memompa batang besar itu.
Aku kelelahan. Mungkin 45 menit aku melakukan tindakan itu.
Mulutku sudah lelah. Tapi aku masih penasaran ingin memuaskan dia. Tanganku
sekarang lebih erat meremasnya. Kedua tanganku semakin cepat memompa batang
itu. Dan aku merasakan nafas Ty semakin memburu. Aku mendekati kesuksesan. Aku
“menyerang” penis Ty semakin cepat. Mengulumnya. memompanya. Kurasakan aliran
di dalam batang itu. Dan tiba-tiba lubang dalam mulutku membuka lebar.
Ty berteriak keras. Aku segera melepas mulutku dan
menghindar ke samping, tapi agak terlambat. semprotan pertama sperma mampir ke
mulutku. Rasanya aneh. Tanganku tetap memompa batang keras luar biasa itu. Dan
ya Tuhan, semprotannya …..
semprotan kedua meluncur jauh ke lantai. demikian juga
dengan semprotan ketiga, keempat, kelima, …. Banyak sekali. Seakan-akan cairan
putih lengket itu menyirami lantai ruang cuci.
“Gosh, That’s great. You like it bitch?”
“I-ii-i think so …”. Penis itu masih tegak mengacung.
Aku berdiri. seolah tidak terjadi apa-apa, aku memasukkan
cucianku yang sudah kering ke kantong cucian. Aku beranjak pergi cepat-cepat.
“Next time, make sure you wear something sexy when you meet
me, bitch ! See u on Wednesday!”
****
Mas Irawan hampir saja mengetahui perbuatanku. Sisa sperma
Ty ternyata masih ada yang menempel. Untung saja aku cepat berkelit. Kalau saja
dia tahu ….
Aku masih memikirkan teriakan Ty ketika aku keluar. Baju
seksi? Aku selalu menganggap bahwa baju-baju seksi, apalagi baju dalam, itu
tabu. Pernah pada waktu ulang tahun perkawinan kami, mas Irawan memberi aku
kado lingerie, pakaian dalam seksi. Melihatnya pun aku tak mau. Sama sekali.
Seperti PELACUR!
Sekarang aku ada di depan lemari. Aku ingat betul dimana mas
Irawan menyimpannya. Pakaian itu masih terlipat dengan rapi. Aku ragu-ragu
menariknya dari tumpukan baju. Entah pikiranku sudah gila atau tidak, aku mulai
meloloskan bajuku satu persatu, untuk mencoba lingerie hitam itu.
Lingerie itu ketat sekali menempel di tubuhku. Sepertinya
memang ukurannya satu size lebih kecil. Dan kemudian aku mengaca. Sambil berkacak
pinggang, aku melihat tubuhku di cermin. Tak kusangka, aku menyukainya. Iya,
sensasinya benar-benar luar biasa. Aku sangat seksi. Bahuku, dadaku, perutku,
pahaku, tampak sempurna.
Dan keinginanku satu-satunya, adalah memuaskan orang negro
itu. Bukan suamiku. Aku menantikan hari Rabu.
—————————-
Final Chapter
Husband’s Perspective
Aku segera bersembunyi. Mereka keluar tergesa-gesa dari
ruang cucian. oh, Tuhan, aku mengintip istriku sendiri berselingkuh. Dadaku
serasa terbakar karena amarah yang meluap-luap. Kepalaku terasa pening karena
pompaan darah yang begitu cepat. Ingin rasanya aku segera keluar dari negara
ini, meninggalkan wanita yang pernah bersumpah setia kepadaku selamanya. Tapi
aku ingin melihat, mengapa istriku sampai berselingkuh dengan pria kulit hitam
itu. Mereka berjalan cepat-cepat menuju lift tua, bergandengan tangan. Aku
mengendap-endap membuntuti mereka, seperti orang bodoh.
Mereka menuju apartemenku. Tidak tahu malu! bisa saja
tetangga melihat peristiwa itu. Ah, tetanggaku pasti tidak terlalu peduli
dengan hal-hal seperti itu. Mereka berhenti tepat di pintu apartemen, sambil
istriku berusaha membuka kunci pintu apartemen. Usaha yang cukup susah, karena
Ty, berdiri di belakangnya, dengan rajin menjamah seluruh bagian tubuh istriku sambil
menempelkan erat tubuhnya ke istriku. Bibirnya menciumi leher istriku, kedua
tangannya meremas dada besar istriku, dan kelihatan sekali, penisnya
digesek-gesekkan ke pantat istriku. Akhirnya pintu itu terbukalah. Sangat
terburu-buru mereka masuk, dan sempat kulihat istriku berbalik dan dengan
bernafsu mencium bibir Tyrone. Gemeretak gigiku.
Aku berjingkat mendekati pintu. Sungguhpun aku tidak ingin
lagi melihat mereka berselingkuh, tapi aku ingin tahu apa yang membuat istriku
berpaling kepada lelaki hitam itu. Aku hanya berharap pintu itu tidak sempat
dikunci istriku.
Aku benar. Kunci itu memang tidak terkunci. Pasti istriku
sudah terlalu bernafsu. Tanganku gemetaran ketika membuka knob pintu itu. Entah
ada pikiran apa yang ada di benakku. Laki-laki lain pasti sudah kalap dan
mungkin melakukan tindakan brutal. Bagaimanapun, Aku ingin tahu bagaimana
perilaku mereka. Tak ada suara ketika aku sampai di ruang tamu. Aku melihat
pintu kamar utama, dan pintu itu tertutup rapat. Mereka melakukannya di ruang tidur
pribadi? Sebegitu rendahkah istriku sampai-sampai berani menodai tempat tidur
kami?
Aku yakin bahwa pintu kamar utama pun tidak dikunci oleh
istriku. Dengan sangat perlahan, menyiapkan diriku untuk pemandangan apapun
yang hendak aku saksikan. Tapi aku tak siap ternyata melihat pemandangan
memuakkan itu …..
Tepat di atas kamar tidur kami, aku melihat Novi, masih
dalam lingerienya yang sudah separo sobek, payudaranya bergantung bebas,
menjilati, ya, Tuhan, penis paling besar yang pernah aku lihat. Penis itu ….
Penis itu hitam, menjulang dengan gagah, paling tidak 2 kali
lipat ukuran penisku. Urat-uratnya tampak jelas menghiasi batang sebesar kaleng
Pepsi yang sekarang sedang dijilati dengan penuh kesungguhan oleh Nova. Dasar
Pelacur ! Dia tidak mau memberikan pelayanan itu kepada suaminya, tapi
memberikannya dengan senang hati kepada orang asing. Bibirnya menyusuri bagian
bawah batang penis itu mulai dari zakar sebesar bola tenis, sampai ke kepala
penis berwarna ungu legam itu. Bahkan mulutnya mencoba mengulum kepala penis
besar itu. Suara menyeruput terdengar begitu keras di kamar kecil itu.
Aku jiijik sekali dengan apa yang kulihat itu. Dan disini,
lebih menjijikkan lagi, aku hanya bisa mengintip istriku yang sedang bergumul
dengan seorang lelaki yang secara fisik jauh lebih superior daripadaku.
Lenguhan lelaki itu, menikmati sekali layanan istriku, mulai
terdengar. Kata-kata kotor yang merendahkan sering sekali keluar dari mulut
lelaki, tetapi herannya, istriku seperti dengan senang hati menerima ucapan-ucapan
itu.
“Bitch, it’s my turn now to suck your clit! Now lay down …”
Orang itu turun dari tempat tidur, dan mulai mengangkangkan
paha istriku lebar-lebar. Aku tahu maksudnya. Giliran dia menjilati dan
memuaskan istriku. Dari posisiku mengintip ini, hanya hanya bisa melihat bagian
belakang kepalanya yang bergerak-gerak, mungkin dengan ahlinya menjilati vagina
istriku. Rintihan, lenguhan, atau apalah namanya, istriku terdengar. nafasnya
terengah-engah. Rintihan itu tidak pernah dia dengar selama beberapa tahun
mereka bercinta. Berarti baru sekarang dia benar-benar menikmati hubungan seks
……
Rintihan itu semakin sering terdengar, temponya semakin
cepat, dan …
“aaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh … i’m…
cummmmmmmminnnnnnnnnngggg,” Teriaknya keras-keras.
Tyrone berhenti menjilati dan berdiri. Dia menikmati
pemandangan wanita sempurna di depannya yang sedang menikmati orgasme. Mungkin
pertama kali dalam hidupnya. Dan aku, suaminya mengintip, memandangi dua tubuh
yang kontras itu …
Kontras. Novi dengan tubuhnya yang
mungil , putih, lekuk yang sempurna, dan Ty, dengan tubuh hitam yang berotot,
tinggi besar. Dan kini tubuh putih itu terengah-engah dalam kenikmatan.
“Now, on your knees bitch, I want to ram your pussy hard !”
seru Ty setelah sekian lama berdiri.
“Do it really slow, Ty hon, you’re too big ….”
Lagi-lagi dia menyebut orang itu Honey. Dibayar berapa dia?
Menjijikkan! darahku mendidih, tapi aku sepertinya terpaku dengan pemandangan
itu.
Ty mengambil posisi dan pelan-pelan mengambil posisi di
belakang pantat Novi , dan mulai bergerak memompa.
Sepertinya hanya menggoda saja.
“Ooooh, don’t tease me honey…. please put it in”
“What? I can’t hear you bitch!”
“Please, please, fish me hard with your big black coooockk
!”
“Here you go biiiiiiiiiiiitch !”
…..
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAuuuuuuuuuuuuuuuwwww, goooooooood, it
hurtsssssssssssssss!”
Oh, Tuhan. Aku ingin segera bergerak untuk menolong istriku.
Sudah pasti vaginanya tidak akan mampu menerima penis sebesar itu. Tetapi aku
menunggu.
“I bet you husband’s little dick didn’t fill your pussy
nicely, did you bitch?”
“ooh… ooh …. God, it hurts, pull it out, pull it out …”
“Oooh, nooo, no, bitch, I won’t … Damn, your pussy is so
tight … I will go very slow bitch …”
Kemudian tubuh hitam kekar itu berhenti memompa. Aku tidak
sudah seberapa jauh penis besarnya masuk ke dalam vagina Novi .
“Do it now, Ty, …. I’m ready …”
Dan memompalah Ty. Teriakan Novi membahana. Kemudian disusul
dengan teriakan putus-putus seirama dengan nafasnya yang terengah-engah. Kedua
tubuh itu mulai bergerak seirama. Tubuh Ty sedikit membungkuk kedepan, dan
tangannya meraih kedua payudara besar Novi .
“Ooooh, god, yess, yess …. oh oh”
Aku tertegun. Tidak percaya dengan penglihatanku. Walaupun
aku tidak bisa melihat menyatunya penis dan vagina mereka, aku yakin penis itu
ditelan habis, masuk ke dalam vagina Novi tanpa sisa.
Air mata menetes di pipiku.
Ty terus saja memompa. Kadang-kadang dia memperlambat
pompaan, dan hampir selalu diikuti dengan teriakan kekecewaan Novi .
Novi benar-benar gila! sampai pada suatu saat ….
“OOh, ohh, ooh, i’m…. i’m …. cummmmmiinnnnngggg
!!!!!!!!!!!!!!!”
Ty menjatuhkan tubuhnya tidur di samping Novi .
Aku segera menyembunyikan diriku di balik pintu agar mereka tidak melihatku.
Dasar lelaki bodoh ! kakiku gemetaran. Tubuhku lemas. Aku tidak bisa berpikir
apa-apa lagi.
Menit-menit berlalu dalam keheningan. AKu masih duduk di
depan pintu kamar. Entah apa yang mereka lakukan di kamar. Tiba-tiba aku dengar
suara Novi .
“Ty, …. ehm … can I … can I … ride … I mean … me on top of
you?”
“Sure bitch ..”
Aku mengintip lagi. oh, Tuhan, istriku seperti binatang buas
yang terlepas …. tingkah lakunya seperti seorang gadis binal yang mencari
kepuasan. Kembali mataku berkaca-kaca.
Tapi itu terjadi. Sekarang pantat Novi
sudah menduduki pinggul Ty, tanda keduanya sudah bersatu. Aku melihat buah
zakar besar itu sekarang bertemu dengan anus Novi . Dan
tubuh Novipun bergerak …..
Tubuh putih mungil itu pun bergerak maju mundur. Dada
besarnya berguncang keras, tak lama karena tangan Ty segera meremasnya sampai Novi
menjerit. Suara-suara nafsu itu kembali terdengar. Novi
mengangkat tubuhnya, untuk merasakan panjangnya batang penis itu merangsang
clitorisnya. Dan dia melakukannya berkali-kali. Aku melihat betapa penis itu
sekarang berkilat-kilat karena cairan Novi . Tampaknya
Novi hampir sampai (untuk ketiga kalinya?) ketika kudengar rintihannya semakin
cepat temponya. Dan juga Ty. Teriakan mereka seolah membuat paduan suara nafsu
yang bisa membuat orang manapun tertegun.
Dan akhirnya mereka pun orgasme. Bersama-sama. Dalam
teriakan panjang penuh kenikmatan. Ty ejakulasi di dalam vagina istriku!
Aku tak tahan lagi.
****
Kami bercerai. Aku yang mengajukannya. Dan herannya, Novi
tidak keberatan. Tidak ada komentar apa-apa ketika aku mengungkapkan hal itu.
Aku pulang ke Yogya. menyendiri. Inan kubiarkan tetap
bersama kakek dan neneknya, setelah terlebih dulu kuberitahu bahwa ibunya sudah
meninggal. Kakek neneknya kularang, sampai kapanpun, untuk memberitahu kejadian
yang sebenarnya.
Satu Tahun sejak peristiwa itu, aku berkenalan dengan
seorang penulis muda. Kami bertemu dalam sebuah pameran lukisan, tepatnya
pameran lukisan Joko Pekik di Bentara Budaya. Namanya Miranti. Seorang wanita
sederhana yang sangat manis. Kami langsung akrab, karena dia sibuk
mengapresiasi lukisanku satu-satunya yang aku titipkan di pameran itu, sebagai
sebuah lukisan wanita yang muram dan gelap. Aku setuju, karena saat itu aku
sedang membayangkan Novi .
Kami menikah 6 bulan kemudian. Saat ini Miranti sedang
mengandung anak kami. Laki-laki kata dokter. Adik Inan. Dan aku sudah melupakan
peristiwa kelam itu.
Author : Unknown
( Bagi yang tau siapa penulis aslinya, silakan kontak gw,
supaya bisa gw lampirkan ^^ )
No comments:
Post a Comment