Tag : Cerita Swinger , Cewek Bispak
, Cerita Dewasa , Cantik , Cewek , Sex , Panas , Tukar Pasangan , Perek ,
Baru-baru ini aku mendapat sebuah
email dari seorang teman wanita yang menceritakan jika ia sangat tertarik untuk
dapat melakukan hubungan seks dengan ayah mertuanya. Namun untuk dapat
mewujudkan ketertarikan itu, ada beberapa hambatan yang sampai saat ini,
temanku itu belum dapat menemukan solusinya. Selain memikirkan akan adanya
dosa, ada satu hal lagi yang mengganjal di hati teman wanitaku. Ia merasa
begitu bersalah karena hal itu akan menyakiti dan mengkhianati dua orang yang
ia cintai, suami dan ibu mertuanya. Hmmm… Okelah, hal itu bisa dijadikan hal
yang masuk akal mengapa sampai detik ini ia masih tersiksa dengan imajinasi dan
keinginan ‘aneh’nya itu. Tapi…Jika menurut pandanganku, bercinta dengan ayah
mertua bukanlah sebuah hal yang patut dipermasalahkan. Tak ada salahnya menantu
dan mertua untuk melakukan seks. Selama mereka melakukannya tanpa ada tekanan,
paksaan ataupun hal yang dapat saling merugikan antara keduanya. Terserah
kalian akan berpikir seperti apa tentangku, yang jelas aku nyaman melakukan hal
ini.
Setuju atau tidak, hal itu kembali
kepada tujuan, hati, dan pemikiran kalian semua. Bagiku, selama kami (menantu
dan mertua) tak mengganggu kepentingan orang lain, hubungan percintaan ini
syah-syah saja. Seperti hal yang telah aku lakukan selama ini.
Namaku Fara, usiaku baru saja
menginjak 26 tahun. Aku telah menikah dengan mas Budi (nama suamiku) selama
lebih dari 5 tahun. Pernikahan kami dapat terbilang langgeng, tentram tanpa
adanya gangguan ataupun masalah yang berarti. Begitupun dengan hubungan birahi
kami, semua berjalan lancar seperti pasangan-pasangan lainnya. Bertahun-tahun
aku dan suamiku memiliki kehidupan seks yang bagus, dan dia benar-benar bisa
memuaskan nafsu birahiku. Berbagai macam literature kami baca dan pelajari guna
mendapatkan ide serta masukan baru guna mempererat tali birahi kami. Mulai dari
koran, majalah, novel stensilan, hingga internet, mengisi keseharian kami
berdua. Khusus untuk literature terakhir, internet, yang mana diera seperti
sekarang ini, informasi apa saja bisa didapatkan di internet. Terlebih
informasi yang berbau akan hal-hal yang bertema seksual, dapat dengan mudah
diperoleh darinya. Hampir tiap malam, kami selalu mencari referensi dari
berbagai macam situs porno, namun entah siapa yang memulai terlebih dahulu,
akhir-akhir ini, aku dan suamiku lebih suka membaca ataupun menonton situs
porno yang bertemakan “perselingkuhan’ atau “seorang istri yang ingin bercinta
dengan lelaki lain” Jujur, aku dan suamiku sangatlah terangsang setelah membaca
ataupun menonton situs porno jenis itu. Yang jika diteruskan dengan acara
bercinta, kami bisa berulang kali mencapai kepuasan birahi. Dan setelahnya,
kami mulai berbicara mengenai apa yang bakal didapat jika hal-hal itu bisa
benar-benar diwujudkan dalam kehidupan pribadi kami. Pembicaraan tentang
bercinta dengan lelaki lain ini selalu saja suamiku lontarkan setiap saat,
sehingga secara tak langsung, ‘ide aneh’ ini menjadi salah satu penyebab
tumbuhnya imajinasi liarku. Imajinasi untuk benar-benar bisa bercinta dengan
lelaki lain selain lelaki yang aku nikahi ini.
Hingga detik ini aku dan suamiku
masih tinggal dengan orangtuanya, Pak Bakri dan Bu Murni. Pak Bakri, 52 tahun,
adalah seorang pegawai negeri biasa. Sedangkan Bu Murni, bekerja sebagai
pengusaha rumah makan. Pak Bakri, yang walau telah mencapai usia setengah abad,
adalah seseorang yang rajin dan ceria. Ia mempunyai banyak sekali bahan banyolan
yang selalu bisa membuat siapa saja yang berada di dekatnya untuk tertawa. Pak
Bakri, memiliki postur tubuh standar dengan tinggi 165 cm, berambut cepak yang
sudah dihiasi uban, berkulit sawo matang, berwajah tegas yang selalu dihiasi
oleh senyuman. Membuatnya selalu terlihat lebih muda. Pak Bakri, itulah lelaki
yang selalu masuk ke dalam imajinasi liarku. Seperti yang telah aku jelaskan
tadi, jika aku dan suamiku sedang berbincang mesum, sosok ayah mertuaku itulah
yang selalu aku bayangkan untuk bisa meniduriku. Awalnya aku selalu mencoba
untuk mengalihkan segala pikiran mesumku dari beliau, tapi apa daya, aku sama
sekali tak bisa. Bahkan terkadang, ketika aku dan suamiku sedang heboh-hebohnya
bercinta, aku sengaja memejamkan mata dan membayangkan jika orang yang
menyetubuhiku saat itu adalah Pak Bakri, ayah kandung suamiku. Dan dari
membayangkan hal itu saja, mampu membuatku orgasme berkali-kali. Aku tak pernah
mengatakan hal ini kepada mas Budi, sehingga apa yang aku rasakan setiap kali
bercinta dengannya, adalah merupakan rahasiaku sendiri.
“Astaga, apakah yang aku lakukan ini salah…?”
“Bagaimana cara menghilangkan
pikiran mesumku tentang ayah mertuaku…?”
“Apakah aku adalah seorang menantu
yang mesum...?”
***
Aku yakin jika hingga detik ini, pak
Bakri masih aktif melakukan hubungan seksual dengan bu Mirna, meskipun aku
belum pernah sama sekali melihat atau mendengar aktifitas bercinta mereka.
Hingga pada akhirnya, aku putuskan untuk memulai bermain api dengan ayah
mertuaku. Aku memutuskan untuk merayunya dengan cara apapun. Dengan postur
tubuh 160 cm, kulit kuning langsat, berambut hitam lurus sepanjang punggung,
payudara 36D, dan pantat yang membulat, aku yakin jika asetku ini dapat
menaklukan ayah mertuaku. Untuk menunjang ide mesum ini, ketika aku berada
dirumah, aku sengaja untuk mengenakan daster pendek berbahan katun tipis dengan
bukaan leher yang lebar guna memperlihatkan kemontokan daging payudaraku.
Terkadang aku juga sering mengenakan celana pendek plus tanktop guna
memperlihatkan lekuk pinggang dan perut
rampingku. Aku sadar, jika didalam rumah yang aku tempati ini masih ada ibu
mertua dan suamiku, sehingga untuk melakukan niatan mesum kepada ayahku ini,
aku harus lebih berhati-hati. Sangat berhati-hati. Secara rutin, dikarenakan
jarak antara rumah tempat kami tinggal dan lokasi kerja suamiku cukup jauh, Mas
Budi selalu meninggalkan rumah sekitar pukul 7.30 pagi di setiap harinya. Ibu
bertuaku, berangkat setelah suamiku beranjak ke kantor, sekitar 15-20 menit
kemudian. Dan, ayah mertuaku dikarenakan kantor tempatnya bekerja cukup dekat,
ia selalu berangkat pukul 10 kurang 15 menit. Melihat jam kerja orang-orang
yang tinggal di rumah ini, aku memiliki waktu di pagi hari sekitar 2 jam-an
untuk dapat melakukan rencana penaklukan kepada ayah mertuaku. Terlebih karena
aku tak bekerja, aku memiliki waktu yang cukup leluasa untuk menggoda ayag
mertuaku sebelum beliau berangkat kerja. Biasanya, setelah suami dan ibu
mertuaku berangkat kerja, aku yang semula menggunakan daster panjang, langsung
mengganti pakaianku dengan daster jelek berukuran mini.
“Adek malas jika harus beraktifitas
dengan mengenakan daster bagus mas…” alasan yang selalu aku lontarkan kepada
mas Budi setiap kali ia merasa bertanya padaku. “Terlebih… di rumah sudah nggak
ada siapa-siapa lagi…” tambahku.
“Tapi khan masih ada bapak dek…”
“Ya ampun mas…. Memangnya kenapa?
Toh adek sudah menganggap bapak mas sebagai ayah adek sendiri…”
Seumur pernikahanku, mas Budi tak
pernah menang jika berdebat tentang pakaian denganku. Ia selalu memaklumi semua
alasanku. Padahal, jika ia tahu maksudku yang sebenarnya, mungkin ia tak akan
pernah membiarkan istri tercintanya ini memamerkan aurat tubuhnya dengan
leluasa. Ada banyak cara yang bisa
aku lakukan untuk dapat menarik perhatian ayah mertuaku. Seperti ketika aku
menyapu, aku lebih sering membungkuk untuk membersihkan kolong furniture,
tujuannya tak lain adalah, supaya aku bisa memperlihatkan gelantungan daging
payudaraku ketika aku menunduk. Ketika mengepel lantai, aku lebih sering
berjongkok guna memperlihatkan pada dalam dan CD miniku. Ketika aku mencuci
bajupun, aku sangat sering untuk membasahi atasan dasterku guna memperlihatkan
lekuk bentuk payudaraku, dan ketika aku menjemur baju, aku sengaja memilih
lokasi yang terkena banyak sinar matahari, guna memamerkan siluet indah
tubuhku. Semua aku lakukan demi satu tujuan, mendapat perhatian dari ayah
mertuaku. Setiap kali aku melakukan pekerjaan rumah (dengan cara seksi
tentunya), seringkali aku lihat ayah mertuaku secara malu-malu mengintip. Namun
begitu aku memandang ke arahnya, ia buru-buru mengalihkan pandangannya sambil
tersenyum simpul. Melihat senyum ayah mertuaku, entah kenapa selalu yang selalu
membuatku mabuk kepayang. Dan melihat senyum simpulnya, aku semakin yakin jika
selama ini beliau menikmati pameran aurat yang aku lakukan selama ini. Karena
setelah aku tak lagi melihat ke arahnya, aku tahu jika ia buru-buru menatap
tajam ke arah tubuh seksiku ini. Dengan cara ini, aku mendapat banyak sekali
kesenangan. Dan anehnya, hanya dengan melihat senyum dan lirikan mata ayah
mertuaku ketika beliau menatap tajam kearahku, vaginaku bisa saja langsung
membecek basah. Dan ujung-ujungnya, aku bisa merasakan orgasme hebat dengan
cara bermasturbasi dengan hanya membayangkan ayah mertuaku.
“Aku harus melakukan sesuatu yang
jauh lebih binal lagi… Aku harus bisa membuatnya tertarik padaku... Aku harus
mendapatkan kehangatan tubuh ayah mertuaku… Aku harus bisa membawanya masuk ke
dalam dekapanku dan aku harus bisa membuat beliau meniduriku…”
Perlahan tapi pasti, aku menyadari
jika ada sedikit perubahan dari sikap dan perhatian pak Bakri padaku. Lirikan
mata yang semula hanya mencuri-curi pandang kea rah tubuh seksiku, sekarang
sudah berani menatap dengan tajam. Senyum yang semula hanya tergurat tipis di wajahnya,
sekarang sudah lebih sering terlihat lagi. Sepertinya, pak Bakri mencoba untuk bisa ‘berkomunikasi’ dengan
cara yang lebih intim lagi kepadaku. Bahkan tak jarang, ayah suamiku itu dengan
sengaja menepuk atau mengusap tubuhku selagi ia berbicara denganku. Sengaja
membuat chemistry yang ada diantara kami berdua menjadi lebih dekat. Hingga
suatu hari, aku memutuskan untuk menunjukkan hal yang lebih kepada ayah
mertuaku. Hal yang membuat ayah mertuaku tahu apa tujuanku kepadanya selama
ini. Dengan cara memamerkan ketelanjangan tubuhku.
***
Rumah kami adalah rumah petak
dengan 2 kamar tidur yang saling berdampingan. Disebelah kamar tidur, terdapat
ruang tengah ber-TV, yang diletakkan tepat di depan kamar tidurku. Di ruang
tengah terdapat sofa yang menghadap kamar tidurku, dan jika ada seseorang yang
menonton TV disitu, dia bisa saja melihat melihat semua kegiatan yang terjadi
di dalam kamar melalui pintu kamar tidurku. Inilah kunci utama yang bisa
membuat rencana mesumku berhasil. Hari itu, di suatu pagi yang cerah, setelah
mas Budi dan bu Murni berangkat kerja, pak Bakri sedang menonton acara
kegemarannya di TV. Mengetahui jika ayah
mertuaku sedang asyik-asyiknya menonton TV, aku segaja lewat di hadapannya dan
segera masuk ke dalam kamar tidurku. Aku biarkan pintu kamar tidurku sedikit
terbuka, berharap ayah mertuaku bisa melihat aktifitasku di dalam kamar.
Setelah berada di dalam kamar, aku kembali mondar-mandir didalam kamar, dengan
tujuan supaya ayah mertuaku tahu kesibukanku di dalam kamar. Dan setelah ayah
mertuaku sadar akan kesibukanku, inilah waktunya aku melakukan pertunjukan
perdanaku. Pada awalnya, dengan posisi tubuh yang membelakangi pintu kamar
tidurku yang masih sedikit terbuka, aku sengaja membuka daster pendekku yang
basah karena air sisa cucian. Kuangkat perlahan ujung bawah daster basah itu
dan kuangkat naik ke atas kepalaku. Semua aku lakukan dengan gerakan lamabat
dan sedikit menggoyang-goyangkan pinggangku. Dan setelah daster basah itu
melewati kepalaku, aku tak langsung meletakkan daster itu ke tempat cucian
kotor yang ada di sudut kamar, melainkan berdiam diri sejenak sambil memamerkan
belakang tubuhku yang hanya tinggal mengenakan CD dan bra.
“Pak Bakri… Silakan lihat tubuh
setengah telanjang menantumu ini pak…” kataku dalam hari. Beberapa kali, aku
kembali mondar-madir di dalam kamar, dengan tujuan supaya ayah mertuaku bisa
melihat keseksian tubuhku.
Aku tahu pasti, jika saat itu ayah
mertuaku sudah tak lagi konsentrasi dengan acara yang ada di TV. Karena kulihat
dari ekor mataku, pak Bakri berulang kali menatap tajam kearah pintu kamar
tidurku yang tak tertutup itu. Dan aku pasti, beliau sangat memperhatikan semua
gerak gerikku di dalam kamar ini. ASTAGA….seluruh tubuhku gemetar dengan penuh
kegembiraan. Detak jantungku berdebar dengan kencang, mukaku terasa memanas dan
seluruh bulu kudukku seketika merinding. YUP, itu adalah tanda kegembiraan dan
gairah seksualku yang mulai meninggi. Setelah beberapa kali mondar-mandir di
dalam kamar dengan hanya mengenakan bra dan CD saja, aku pikir, sekaranglah
saatnya aku melucuti semua pakaian dan mempertontonkan ketelanjangan tubuhku
yang sebenarnya kepada ayah mertuaku. Jika tadi aku melepas daster basahku
dengan posisi tubuh membelakangi pak Bakri, sekarang aku berbuat yang
sebaliknya. Aku ingin memperlihatkan keseksian tubuhku dari arah depan. Kembali
aku memposisikan tempat berdiriku di depan pintu kamar tidurku yang terbuka.
Kutekuk kedua tanganku kebelakang punggungku guna membuka klip bra, dan
membiarkan mangkok pakaian dalamku jatuh bebas ke lantai.
“Pak Bakri…. Lihatlah payudara
menantumu ini….” batinku lagi seiring menelungkupkan payudaraku dengan kedua
tanganku. Bra-ku meluncur jatuh dengan cepat, dan payudaraku pun ikut-ikutan
terbebas, melompat dengan indahnya ke arah pusar.
Aku melakukan semua hal itu dengan gaya
lambat, supaya pak Bakri bisa menikmati ketelanjangan tubuh menantu putrinya
ini dengan lebih seksama.
Jantungku berdetak semakin cepat, dan wajahku
terasa makin memanas. Mendadak, aku merasa hembusan angin dari AC yang ada
dikamar tidurku begitu dingin. Karena merasa kedinginan bercampur horny, bulu kudukku kembali berdiri, putung
payudaraku mencuat, dan yang pasti vaginaku makin basah. Dari sudut mataku, aku
sedikit melirik ke arah ruang tengah untuk memperhatikan ayah mertuaku.
“Dia tidak lagi menonton TV…. Dia
lebih mengawasi diriku yang sedang ada di kamar ini…” batinku.
Dengan berpura-pura tak menyadari
tatapan tajam pak Bakri, ayah mertuaku, beberapa kali aku melepas tangkupan
tangan pada payudaraku, membiarkan payudaraku bergoyang kesana kemari sambil
berdiri menghadap kearahnya ayah mertuaku. KREEK KLETEK
“Hhhhhh… leganya….” Ucapku pelan
sembari berlagak melakukan kebiasaan.
Dengan sengaja, aku memelintirkan
pinggangku ke kanan dan kekiri guna melepas pegal. Padahal tujuannya sudah
jelas, aku ingin membiarkan pak Bakri melihat daging payudaraku terlempar
kekanan dan kekiri seiring putaran tubuhku. Puas memperlihatkan gerakan
payudaraku, aku lalu membungkukkan punggungku untuk mengambil daster dan bra-ku
yang ada ditelapak kakiku. Saat aku membungkuk, aku tahu jika gumpalan daging
yang ada di dadaku itu lagi-lagi bergoyang dan bergelayutan jatuh karena
gravitasi. Dan seiring aku berjongkok, kembali aku melihat ayah mertuaku yang
hanya terbengong-bengong menatap ketelanjangan tubuh indahku. Kulempar daster
dan bra kotorku ke dalam keranjang cuci yang ada di sudut kamar, dan kemudian
aku mulai menurunkan CDku.
“Pak Bakri…. Inilah sajian utama dari menantu
liarmu ini…” kataku dalam hati sambil mulai menyelipkan kedua ibu jariku ke
karet celana.
CD ini menempel erat di pinggang
dan pantatku, dan aku harus menggoyangkan pantatku guna bisa melepas celana ini
dengan cepat. Sekilas, aku merasa seperti sedang berdansa ketika menyambut
ketelanjanganku. Dan melihat ayah mertuaku yang masih tak percaya akan apa yang
dilihat oleh kedua bola matanya, aku sengaja memutar tubuhku dan membungkukkan
punggungku lagi. Kali ini aku memposisikan tubuhku dengan pantat yang menghadap
kearah ruang tengah. Tujuanku hanyalah supaya ayah mertuaku bisa melihat betapa
becek dan basahnya vaginaku saati ini.
“YA TUHAAANNN…. Apa yang sedang aku
lakukan..?” tanyaku dalam hati,
Mendadak aku mendengar langkah
kaki. Dan seiring dengan suara itu, tiba-tiba aku merasa sangat bergairah. Aku
berbaring di tempat tidur dengan keadaan tubuh telanjang, berharap ayah
mertuaku mendekat dan memasuki kamar tidurku. Dan entah darimana, aku tiba-tiba
berinisiatif untuk segera meraba selangkangan, menyentil clitoris dan
membenamkan kedua jemari lentikku dalam-dalam kelubang kewanitaanku. Segera
saja, aku mulai bermasturbasi. Karena birahiku yang sudah begitu tinggi, aku
seolah tak peduli jika saat itu ada lelaki lain yang sedang melihat
ketelanjangan diriku. Aku benar-benar tak mampu menahan lagi rasa gatal yang menggelitik
vaginaku. Aku ingin sesegera mungkin menggaruk dan memuaskan keinginan
birahiku. Dan segera saja, kedua jemariku mulai membawa kenikmatan seiring
kocokan tajamnya pada vaginaku. Hingga akhirnya, ada semburan panas yang
menyeruak ganas pada rongga rahim, dinding vagina dan bibir kewanitaanku.
“OOOooooouuuugggghhhh….” Aku
orgasme. Vaginaku mengejang. Memijit, meremas dan menghisap kedua jariku dengan
kuat. Ini adalah orgasme masturbasi terkuat yang pernah aku rasakan.
Mendadak pandanganku gelap, otot-ototku
melemas, dan pikiranku terasa bebas. Nafsuku menghilang dan tubuhku terasa
begitu ringan. LEGA sejenak, setelah mengatur nafas sehabis orgasme, aku
tiba-tiba sadar, jika aku baru saja melakukan masturbasi di hadapan pak Bakri,
ayah mertuaku. Kuberanjak dari tempat tidur dan segera mengambil handuk di yang
menggantung di balik pintu kamar tidurku. Kulilitkan handuk itu di tubuhku dan
mengintip kearah ruang tengah. Dengan jantung yang masih berdebar-debar, aku
memberanikan diri untuk mengintip keluar dari kamar tidurku berharap pak Bakri
masih ada disitu. Namun harapanku ternyata sia-sia, karena ruang tengah tempat
ayah mertuaku tadi berada sekarang kosong. Yang ada hanyalah suara TV yang
masih menyiarkan acaranya.
“Kemana pak Bakri berada?”
Entah mendapat pemikiran darimana,
aku tiba-tiba ingin memeriksa area kamar mandi dekat dapur. Dan ternyata benar,
ayah mertuaku berada di dalam kamar mandi itu.
“Sedang apa ya kira-kira ayah
mertuaku di dalam kamar mandi…? Apakah ia sedang onani…?” tanyaku dalam hati.
Dengan hati-hati aku mendekat
kearah pintu kamar mandi dan menempelkan telingaku ke pintu. Aku bisa
mendengarnya terengah-engah dan kemudian, aku terkejut saat dia mengatakan…..
“Ohh... Fara… kenapa kamu
menggodaku nduk…?” ucap ayah mertuaku sambil mendesah-desah keenakan.
“Pak Bakri pasti sedang onani….”
Ujarku dalam hati. “Iiya… Pasti pak Bakri sedang mengocok penis besarnya…”
Mendadak, rasa penasaran pada
diriku muncul seiring dugaan-dugaan yang ada pada otakku. Mendadak aku ingin
melihat, seperti apa bentuk batang kejantanan pak Bakri ini. Mendadak aku ingin
tahu, seperti apa penis yang kelak bakal mengaduk-aduk liang senggamaku.
“Lubang kunci…” Ucap otakku yang
dengan cepat memerintahkan mataku untuk mengintip kedalam kamar mandi. Dan
segera saja, aku berjongkok dan mulai memeriksa keadaan yang sedang terjadi di
dalam sana .
“WOOOOWWWWWW……” pekikku kegirangan.
Melihat ada yang ada di dalam kamar
mandi, aku merasa begitu senang. Sesenang ketika seorang wanita menemukan
barang idaman ketika obral besar, akupun merasa seperti itu ketika mengetahui
seperti apa barang kebanggaan ayah mertuaku. Benar-benar jauh lebih menakjubkan
daripada yang selama ini aku bayangkan.
“Ya Tuhan…. Penis pak Bakri begitu
besar… Jauh lebih besar daripada penis mas Budi…” girangku sambil terus menatap
segala aktifitas yang terjadi di dalam kamar mandi.
Dengan brutal, pak Bakri mengocok
batang penis besarnya. Beliau mencekik dan menarik-narik daging yang ada di
selangkangannya seolah besok tak ada kesempatan untuk dapat beronani lagi.
Kepala penisnya sangat besar dan berwarna sangat merah, batang penisnya hitam
dengan urat-urat yang menonjol disekujur batangnya.
“Fara… Kau membuatku begitu
bernafsu… Andai saja kamu bukan menantuku… Pasti sudah aku lumat tetek
montokmu… Pasti sudah aku nikmati tubuh seksimu nduk… Shhhh….” Desah pak Bakri
dari dalam kamar mandi.
“Fara… jika saja kamu bukan istri
anakku… Sudah aku hajar memek becekmu ndukk… Kusodok dengan kontol besarku… Aku
pengen menidurimu kamu ndukkk… Aku pengen ngentotin kamu nduuukkkk.....
Ooouugghh….Ssshhhh….”
“OH MY GOD…
“Apa yang telah aku lakukan…?”
“Aku telah membuat ayah mertuaku
ini terangsang secara seksual… “
“Aku telah menyebabkan ayah suamiku
ini bermasturbasi dengan membayangkanku.”
Mendadak aku merasa begitu bersalah.
“Seharusnya… Aku tak pantas berbuat
seperti ini… Aku adalah istri dari anak kandungnya… Aku adalah wanita yang
seharusnya tak memamerkan tubuhku kepada orang lain… Aku juga seharusnya tak
sepatutnya bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku…”
Namun di satu sisi aku merasa
sangat terangsang. Mendengar desahan ayah mertuaku yang sedang bermasturbasi
dengan membayangkan diriku, aku menjadi benar-benar tersanjung. Nafsuku kembali
muncul, sehingga aku kembali bergegas ke kamar tidurku dan langsung berbaring
di atasnya. Jemari tanganku kembali menyelinap masuk ke dalam celah sempit
vaginaku yang masih basah dan aku mulai mengocoknya sambil membayangkan penis
ayah mertuaku mengaduk-aduk vagina sempitku. Aku tutup mata dan mulai
mendesah-desah. Masturbasi keduaku pun mulai mendekat, dan tak beberapa lama,
aku kembali merasakan nikmat pada
pangkal kakiku. Merasakan orgasme yang dahsyat itu membuat tubuhku
menggeliat-geliat, hingga pada akhirnya aku merasa lemas, ngantuk dan tertidur
pulas dengan pintu kamar yang masih terbuka lebar. Biarkan saja pintu kamar
tidurku itu menjadi saksi bisu tentang kemesuman yang bakal terjadi di rumah
ini. Tak lama, aku mengantuk dan aku tertidur dalam kondisi terlentang tanpa
selembar pakaian pun
***
Sore itu, aku sedang menunggu
kepulangan mas Budi, suamiku, dan aku benar-benar tak sabar untuk dapat segera
bercinta dengannya. Begitu ia pulang, tanpa basa-basi, aku segera mencium dan
mengajaknya masuk ke kamar tidur. Kami berdua langsung bercinta habis-habisan.
Berulang kali aku memejamkan mata setiap kali mas Budi menusukkan batang
penisnya ke vaginaku. Sambil tersenyum-senyum aku membayangkan jika penis yang
menusukku adalah penis Pak Bakri, penis besar ayah mertuaku. Dengan
membayangkan sosok ayah mertuaku, aku merasakan jika ia benar-benar nyata. Aku
sama sekali lupa jika saat itu, lelaki yang meniduriku adalah suamiku sendiri.
“Kamu keliatannya sange banget dek
malam ini…” Tanya suamiku keheranan.
Sebuah kalimat yang amat teramat susah buat
aku jawab. Apa jadinya aku jika menjawab pertanyaan suamiku “Iya mas… adek
sange karena tadi siang adek masturbasi di depan bapak…”
Aku hanya bisa mendesah-desah
sambil memintanya untuk semakin mempercepat tusukannya. Hingga sebuah gelombang
orgasme datang menggulung tubuhku untuk tenggelam bersamanya.
“Maaasss…. Terus mas… adek mau
keluar… maaasssss….” Jeritku sambil terus meminta suamiku supaya semakin
mempercepat sodokan penisnya.
Seumur hidupku, aku hampir sama
sekali tak pernah merasakan kenikmatan orgasme sedahsyat itu.
“Baru membayangkannya saja, aku
sudah orgasme sedahsyat ini…” Aku jadi merinding sendiri, membayangkan
bagaimana nikmatnya jika persetubuhan yang aku lakukan saat ini adalah
persetubuhan dengan ayah mertuaku.
“Aku mau keluar dek…” pekik suamiku
yang ternyata belum orgasme.
Karena keasyikan menikmati lamunan dengan ayah
mertuaku, aku benar-benar lupa, jika dalam persetubuhan ini, masih ada
seseorang yang belum mendapatkan puncak kepuasannya. Suamiku dengan susah payah mendaki gunung
kenikmatan seorang diri.
“Oooouuuugghhtt… terus mas… terus…”
desahku pura-pura.
“Aku keluarin di dalam ya dek….?”
“Iya mas… keluarin di memek adek
aja…” jawabku sekenanya.
Entah apa yang terjadi dengan
diriku saat ini. Setelah aku orgasme karena membayangkan persetubuhan dengan
penis besar pak Bakri, aku menjadi sama sekali kurang tertarik lagi untuk
melakukan persetubuhan dengan suamiku. Yang walau aku cukup menikmatinya, aku
menjadi kurang bernafsu akan penis kecil suamiku. Hingga akhirnya, kami berdua
sama-sama kelelahan dan ketiduran dalam kondisi tubuh bergelimang keringat.
***
Pagi telah tiba, dan kesibukan
aktifitas sudah kembali seperti hari-hari biasanya. Namun ada satu hal yang
sedikit beda dari hari-hari sebelumnya. Yaitu, aku yang sekarang merasa agak
malu ketika menghadapi pak Bakri. Tahu
jika beliau melihatku kearahku saja, aku sudah merasa belingsatan. Dadaku
mendadak berdetak lebih cepat dan nafasku mendadak sesak, seperti orang yang
terkena sakit asma. Cara pandang pak Bakri kali ini benar-benar beda dari
biasanya, agak aneh. Aku merasa, aku harus menghidar darinya untuk beberapa
saat ini. Namun, tak selamanya aku bisa menghidar dari ayah mertuaku, mengingat
jika selama ini aku masih tinggal bersama di rumah ini. karena setelah mas Budi
dan bu Murni pergi bekerja, mau tak mau, kamipun berduaan lagi di dalam
rumah. Waktu itu pak Bakri menonton TV
dan aku harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Pagi itu, entah kenapa, aku
merasa suasana yang terjadi diantara kami begitu canggung. Ini tak boleh
terjadi, aku harus bisa memecahkan suasana yang dingin ini.
“Pak… Bapak mau saya buatkan teh…?” tanyaku
sopan.
“Hmmm… boleh deh nduk….” Jawab
ayah mertuaku.
Mendengar jawaban pak Bakri, aku segera
kedapur dan membuatkannya segelas teh. Dan setelah minuman teh itu jadi, aku
segera menyajikannya padanya. Entah
karena takut, sungkan, penasaran atau sudah gila, mendadak, niat isengku muncul
lagi. Tiba-tiba aku ingin memamerkan tubuhku lagi kepada pak Bakri. Dan sebuah
ide terbersit dikepalaku.Jika biasanya aku membuat teh, di dapur, kali ini aku
ingin membuatkan teh untuk beliau tepat didepan mukanya. Segera saja aku
siapkan secangkir air panas, teh celup, gula dan sendok kecil yang aku susun
diatas nampan. Setelah itu, aku menuju ruang tengah untuk membuatkan secangkir
teh untuk ayah mertuaku.
“Pak ini tehnya…” ucapku sambil
meletakkan secangkir air panas itu di hadapannya. Aku sengaja memilih posisi
berdiri di depan TV, sehingga mau tak mau, pak Bakri melihat diriku.
“Tehnya dicelup dulu ya pak….”
Ucapku lagi sambil mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir yang berisi air
panas itu.
Dikarenakan posisi meja ruang
tengah yang cukup rendah, aku harus membungkuk guna bisa agak nyaman
mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir. Sekaligus memamerkan daging
payudaraku yang tersembunyi di dalam dasterku dari celah leher daster. Aku tahu
jika celah leher daster yang rendah ini dapat memberikan penampakan payudaraku
dengan begitu jelas, oleh karenanya aku sengaja berlama-lama berdiri dalam
posisi membungkuk seperti ini.
“Gulanya berapa sendok ya pak…?
Saya lupa…” tanyaku lirih, sambil melirik genit kearah pak Bakri.
“Sa… satu sendok….” Ucapnya
terbata-bata. Pak Bakri mendadak mengalihkan pandangan kearah TV ketika aku
bertanya. Padahal aku tahu, jika sedari tadi,beliau sedang asyik-asyiknya menatap
goyangan payudara menantunya.
Kembali aku tinggal di posisi membungkuk
seperti itu selama lebih dari waktu yang dibutuhkan, dan sekilas aku melihat
mata ayah mertuaku kembali menatap paudaraku yang masih menggelantung di dalam
dasterku. Dan kejadian lucu terjadi. Saat ayah mertuaku mengangkat cangkir teh,
tangannya gemetar dan napasnya menjadi lebih cepat.
“Kenapa pak….?” Tanyaku pelan.
“Ennggaa… Enggak kenapa-napa kok…”
jawabnya sambil cepat-cepat menyeruput teh yang masih mengepulkan asal putih.
“Wuha,,, fuuuhhh…fuhhh… ternyata
tehnya masih panas nduk…” tambahnya lagi.
“Hati-hati pak…” saranku sambil
tersenyum.
Melihat pak Bakri yang kikuk seperti itu, aku
menjadi merasa yakin, jika saat ini, pikirannya sudah mulai teracuni kembali
oleh imajinasi liarnya tentang diriku. Karena ketika melihat kearah sarung yang
selalu ia kenakan ketika dirumah, aku melihat ada sebuah benda yang mencuat
dari tengah selangkangannya.
“ASTAGA… pak Bakri sama sekali tak mengenakan
CD di dalam sarungnya…” kagetku dalam hati.
Tiba-tiba aku merasa sangat canggung dan aku
segera pamit lalu bergegas ke kamarku. Setelah beberapa saat, aku mendengar
ayah mertuaku beranjak dari ruang tengah dan pergi dengan buru-buru kearah
kamar tidurnya.
“Dia pasti sedang sange-sangenya…” ujarku
dalam hati.
Melihatnya gelisah karena nafsu, semangatku
untuk mendapatkan cinta ayah mertuaku pun semakin menjadi-jadi. Karena, segera saja sebuah ide,
kembali muncul dalam pikiran jorokku.
“Aku ingin pak Bakri mengintipku ketika aku
mandi…” itu ide cemerlangku hari ini.
Cepat-cepat, aku segera ke dalam kamar,
mengambil handuk dan segera berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dekat
dapur. Dan ketika aku lewat di depan kamar tidur ayah mertuaku, dengan sengaja
aku mengetuk pintu kamarnya.
“Pak… saya mau mandi dulu…kalo butuh apa-apa
tinggal bilang saja... “ kataku pelan dari balik pintu kamar tidur ayah
mertuaku.
Entah keberanian darimana, aku berkata seperti
itu. Karena perbuatan barusan sama sekali tak pernah aku lakukan selama ini.
Rumah kami, hanyalah rumah kecil yang hanya memiliki dua kamar mandi. Satu
kamar mandi utama yang ada di dalam kamar tidur pak Bakri, dan satu kamar mandi
umum yang ada di dekat dapur. Kamar mandi di rumah ini, semua menggunakan pintu
yang memiliki gagang kenop pintu model kuno. Gagang kenop yang memiliki lubang
kunci di bagian bawahnya.
Biasanya, aku menggantungkan salah
satu pakaian di gagang kenop pintu tersebut guna mencegah orang lain mengintip.
Namun kali ini, aku sengaja tak meletakkan apapun pada gagang kenop pintu itu
supaya pak Bakri bisa mengintip tubuh telanjangku ketika mandi dari luar.
Supaya beliau tahu jika aku sudah berada di dalam kamar mandi, aku dengan
sengaja sedikit membanting pintu kamar mandi. Cepat-cepat aku melepas semua
pakaian yang ada di tubuhku dan bersiap-siap untuk melakukan pameran tubuh
telanjangku padanya. Sementara aku melucuti semua pakaian, berulang kali aku
melirik ke arah lubang kunci yang ada di pintu kamar mandi, untuk memastikan
apakah pak Bakri sedang menonton. Penantian ini membuat tubuhku menjadi panas
dingin. Putting payudaraku langsung mengeras dan lendir vaginaku mulai
merembes. Nafsu birahiku pun mulai datang, tubuhku mulai merinding dan detak
jantungku mulai berdetak dengan kencang. Kucubit putting payudaraku dan kuremas
daging 36Dku keras-keras. Aku mengerang keras keenakan merasakan sensasi geli
yang mendadak timbul seiring remasan tanganku ke payudaraku. Tak tinggal diam,
dengan tangan kananku, aku meraba vaginaku yang sudah benar-benar basah.
Menggelitik klitorisku dan mulai memasukkan jari tengahku kedalam celah
kenikmatanku. Kali ini aku tak langsung mandi, melainkan bermain-main dengan
aurat tubuhku terlebih dahulu. Sampai beberapa saat kemudian, dari bawah pintu
kamar mandi, aku melihat ada bayangan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi.
Hingga pada akhirnya, bayangan itu sekarang tak bergerak, berada tepat di depan
pintu kamar mandi. Aku kembali melihat ke arah lubang kunci dan, YUP...aku bisa
memastikan jika pak Bakri sedang mengawasiku dari situ. Dan aku tahu apa
artinya, inilah saatnya pertunjukanku dimulai. Dengan punggung yang menghadap
ke arah lubang kunci, aku sengaja melebarkan kedua kakiku. Hal pertama yang
akan aku pamerkan kali ini adalah, pantat bulatku. Pantat indah yang cukup
lebar, yang selalu membuat banyak lelaki melirik ketika aku berjalan, dan aku
bangga karenanya. Kulebarkan kedua kakiku, membuat pipi pantatku terlihat
menonjol. Perlahan, sambil menyenandungkan sebuah lagu, aku geleng-gelengkan
bongkahan pantatku dan kemudian aku meraba serta meremas daging bulat yang ada
di balakang tubuhku ini. Dari bayangan yang ada di bawah pintu kamar mandi, aku
tahu jika pak Bakri saat ini masih mengintip.
Dan hal itu membuatku semakin bernafsu. Aku lalu membungkuk dan membuka celah pantatku
lebih lebar lagi. Aku sengaja menarik pipi pantatku kekanan dan kekiri, guna
mempertontonkan celah kenikmatanku yang sudah benar-benar membecek. Merasa
pertunjukkan tubuh telanjangku sudah terlalu lama, aku memutuskan untuk segera
mandi.
Aku guyurkan air dingin melaui
shower yang menggantung di atas kepala, dan mengusap kulit putih mulusku. Aku
mengambil sabun dan mulai kululurkan ke sekujur tubuhku. Dari posisi yang
memunggungi lubang kunci, sekarang aku memutar tubuh ke samping dan mulai
menggosokkan sabun pada payudaraku. Aku sengaja menggosok payudara dengan
posisi menunduk, supaya pak Bakri bisa melihat, betapa indahnya daging yang
menggelantung di dapan dadaku ini. Setelah itu, aku kembali memutar tubuhku dan
bersandar pada dinding kamar mandi. Kali ini posisiku berdiri, tepat
berhadap-hadapan dengan arah lubang kunci.
“Ooouuugghh….Ssshhh…..” desahku
ketika aku berulang kali mengusap dan meremas payudaraku sembari mandi.
Dengan kedua tangan, aku tangkap daging besar
payudaraku dan mulai memijit mereka bersama-sama. Putting merah mudaku yang
mengeras pun seolah tak mau ketinggalan, mereka sepertinya ingin dipertontonkan
juga. Aku pilin kedua putting payudaraku dan kembali mendesah…
“Ooouuughh.. Pak Bakri… kenapa kau
selalu menggodaku…? Daging besar yang menonjol di selangkanganmu… Mendadak
membuatku terangsang…” bisikku lirih sambil terus menilin putting payudaraku.
“Pasti kontolmu jauh lebih besar
daripada kontol mas Budi… pasti bu Marni selalu ketagihan merasakan sodokan
kontol panjangmu…” desahku lagi sembari mulai menyentil-nyentil daging
klitorisku.
“Ouuugghhh… Pak Bakri… andai kau
adalah suamiku… aku akan selalu memintamu untuk meniduriku setiap saat… Entotin
aku pak Bakri… ENOTin menantumu ini…”
Melakukan adegan menggairahkan
seperti ini, aku merasa tubuhku menjadi begitu panas. Dengan satu tangan, aku dorong payudaraku ke
atas dan mencoba untuk menghisap salah satu putingku. Tanpa kesusahan, lidahku
mulai menyentuh puting dan menggoda mereka dengan menggerak-gerakkan lidahku.
Aku lalu membalikkan tubuhku kembali, membelakangi lubang kunci dan memamerkan
kebulatan pantatku. Lagi-lagi, aku membungkukkan tubuhku dan melebarkan kakiku
jauh-jauh. Aku ingin memperlihatkan kepada pak Bakri, sebecek apa vaginaku saat
ini. Jari yang semula hanya mengais-ngais klitorisku, sekarang sudah mulai
mengobok-obok dengan gencarnya. Tidak hanya satu jari, melainkan 2 jari. Keluar
masuk, keluar masuk, keluar dan masuk dengan lincahnya.
“Oooouughh… pak Bakri… entotin menantumu ini…”
ucapku lagi dengan nada yang agak lebih keras.
Entah darimana aku mendapat ide
untuk melontarkan kalimat-kalimat mesum itu, yang jelas, aku semakin terangsang
dan bersemangat ketika melakukannya. Walau aku tak tahu apakah kalimat-kalimat
mesum barusan bisa terdengar oleh pak Bakri yang sedang mengintip dari lubang
kunci, tapi aku yakin jika beliau mampu melihat nafsu gerak tubuh telanjangku.
Saat ini, ayah mertuaku pasti sangat menginginkanku dan pastinya, aku juga
sangat menginginkan dirinya. Kutusukkan jari tanganku lebih dalam lagi, dan
kukencangkan desahan eranganku.
Dari gerak-gerik bayangan yang ada
di balik pintu, aku bisa tahu jika saat ini, ayah mertuaku sangat terangsang.
Dan dengan membayangkan yang ia lakukan dibalik pintu, membuatku semakin
bersemangat untuk mempertontonkan adegan mesumku kepada beliau.
“Masa bodoh pak Bakri akan
menganggapku seperti apa… Yang jelas… Aku sama sekali tidak rugi untuk
mempertontonkan kemesumanku padanya…” batinku.
Merasa sedikit capek karena
melakukan masturbasi sambil berdiri, aku memutuskan untuk berbaring di lantai
kamar mandi dengan vagina yang mengarah frontal ke lubang kunci. Kulebarkan
kaki jenjangku dan kuberikan pandangan organ intimku yang sedang aku hajar
dengan jemariku pada pak Bakri. Aku angkat salah satu kakiku ke udara dan
berusaha membuat posisi yang lebih menantang. Dan dalam posisi itu aku
mendorong jari-jemariku lebih gencar lagi, dan berusaha menunjukkan pada ayah
mertuaku jika aku adalah wanita yang benar-benar cabul. Hingga beberapa saat
kemudian, aku merasakan kehangatan yang muncul dari dalam rahimku. Aku akan
orgasme…
“Ooohhhh… oooohhh… ohhhhsss…. Pak Bakri…. Aku
mau keluar pakk… menantumu akan keluar….” Teriakku lantang. Kali ini, tanpa
rasa malu sedikitpun aku sengaja meneriakkan namanya.
Tubuhku bergetar tak karuan, sensasi gelijang
kenikmatan itu membuat tubuhku mendadak lemas tak berdaya. Empotan daging
vaginaku terasa begitu kencang, mengigit jemari tanganku yang masih menggosok
dan mengobel lirih celah kenikmatanku.
“Ooohhh.. pak Bakri…” teriakku lagi.
Nafasku terasa begitu pendek, aku
terengah-engah sambil sejenak istirahat, menggeletakkan badanku di dinginnya
lantai kamar mandi. Orgasme kali ini terasa begitu dahsyat, begitu nikmat.
Untuk beberapa saat, aku coba mengatur nafas, dan sedikit melirik ke arah
lubang kunci di pintu kamar mandiku. Ayah mertuaku masih setia mengintipku dari
situ. Namun, tunggu sebentar. Ketika aku melihat celah yang ada di bawah pintu
kamar mandi, sepertinya aku menemukan ada sedikit hal yang janggal. Aku
melihat, ada tetesan lendir kental berwarna bening yang menetes turun dari
balik pintu kamar mandi. Dan setelah sedikit aku perhatikan, ternyata lendir
itu adalah.
“AASSSSTTAAAGAAA…”
Aku bisa memastikan jika lendir kental itu
adalah sperma. Pak Bakri pasti beronani dari balik pintu kamar mandi. Ayah
mertuaku pasti sangat terangsang dan membayangkan kenikmatan yang ia peroleh
jika bersetubuh denganku. Mendadak, aku ingin sekali menyentuh tetesan sperma
yang menetes di balik pintu kamar mandiku. Aku ingin mengendus aroma sperma
dari lelaki yang selalu aku bayangkan. Aku ingin merasakan bagaimana rasa dan
teksturnya ketika sperma itu berada di dalam mulutku. Aku ingin merasakannya.
Tiba-tiba, aku memutuskan untuk menangkap basah ayah mertuaku. Aku ingin dia
tahu jika sedari awal aku sadar akan kehadirannya di luar kamar mandi. Jadi aku
sengaja mengambil keran shower, dan menyemprotkannya keras-keras ke arah lubang
kunci kamar mandi. Dan benar, sepertinya semburan air dari keran shower itu
mengenai tubuhnya. Karena beberapa saat kemudian, aku melihat bayangan yang ada
di balik pintu kamar mandi ini bergerak mundur dan terdengar suara pantat
terduduk mirip suara orang terjengkang. Lalu dengan buru-buru, aku selesaikan
mandiku yang tertunda, membungkus tubuh basahku dengan handuk dan langsung
membuka pintu untuk keluar.
Seterbukanya pintu kamar mandi, aku
tak melihat pak Bakri disitu.
“Cepat sekali perginya bapak tua
itu…” batinku dalam hati.
Alih-alih mendapati ayah mertuaku
di balik pintu, aku malah mendapati aroma aneh yang sangat aku kenal. Aroma lendir
lelaki yang berasal dari pintu kamar mandi. Dari luar pintu kamar mandi, aku
dapat melihat dengan jelas. Tetesan lendir kental berwarna keputihan yang masih
terlihat begitu segar. Aku berjongkok dan memperhatikan dengan seksama gumpalan
lendir itu. Dan dengan ujung jari telunjukku, aku usap lendir yang menempel
lengket di pintu kamar mandi itu. Kuendus pelan ujung jariku, dan mencoba
meresapi aroma aneh itu.
“Ini pasti sperma pak Bakri....”
“Pak Bakri pasti baru saja
masturbasi disini....”
“Dan Pak Bakri pasti membayangkan
diriku ketika ia bermasturbasi...”
Aneh, tiba-tiba aku merasa
tersanjung. Aku merasa bangga akan diriku. Kembali aku cium lendir kental yang
ada di ujung jemariku, kuhirup dalam-dalam sperma ayah mertuaku dan lalu,
menjilatnya.
“Rasanya asin....” Seumur hidupku, aku baru tahu jika rasa
sperma adalah asin.
Karena masih merasa penasaran, aku
kembali mengusap lendir yang masih menempel di pintu kamar mandi dan lalu
memasukkan ujung jari yang berlumuran sperma ayah mertuaku itu ke dalam
mulutku. Seolah kesetanan, berulang kali aku mengusap dan menjilat lendir ayah
mertuaku, hingga hampir semua lendir itu bersih dari pintu kamar mandi.
“Aku merasa kurang puas... aku
butuh sperma lelaki idamanku...” ucapku dalam hati sambil buru-buru meninggalkan
kamar mandi.
Kembali, aku melihat ke sekeliling
kamar mandi dan dapur, namun aku tak juga menemukan sosok ayah
mertuaku.Ternyata,setelah aku akan berjalan menuju kamar tidurku, aku mendapati
pak Bakri sedang duduk di ruang tengah sambil mengelap leher bajunya yang
basah. Aneh, kenapa setelah aku puas
bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku, aku selalu merasa kikuk dan
canggung? Seolah ada perasaan bersalah setiap kali aku harus memandang ataupun
bertegur sapa dengannya? Tapi, jangan panggil namaku Fara jika aku harus
mengalah pada situasi kikuk seperti ini.
“Kerah baju bapak kenapa? Kok basah
gitu…?” Tanyaku dengan berani sambil berjalan mendekat kearahnya.
Pak Bakri tampak terkejut mendengar
pertanyaanku, tapi kemudian ia tersenyum ke arahku sambil berkata "I..iya
tadi kecipratan air..."
"Air apa…? Kok bisa kecipratan
air…?”
“Tadi habis kena semprot seseorang
dari kamar mandi….” Jawabnya santai sambil menatap tubuhku yang masih basah
kuyup karena air mandi.
“ Loh…Memangnya bapak tadi ada di
dekat kamar mandi?”
“Nggak juga sih…. “
“Lah terus kok bisa basah pak…?”
“Iya.. Tadi bapak butuh sesuatu dan
bapak ingin memanggil kamu… Tapi karena kamu masih mandi, bapak tungguin aja…
Tapi kok setelah bapak tunggu-tunggu, kamu nggak selesai-selesai mandinya… ”
“Iya pak… saya sedang menggosok
badan… biar bersih pak… maklum abis berkeringat…”
“Pantesan lama… tapi tadi kok tadi
sepertinya kamu merintih-rintih di dalam kamar mandi, apa kamu kesakitan…? Apa
kamu terjatuh…?”
DEG… ternyata desahan nafasku tadi,
dapat terdengar oleh beliau, dan mendadak, mukaku langsung terasa panas.
“Ohh enggak pak… itu saya
sedaaang…“ aku tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba otakku tak dapat aku
gunakan untuk memikirkan jawabannya.
“Nggak apa-apa kok… Bapak sudah
tahu… Lagian bapak juga sudah puas…”
“Puas…puas kenapa pak?”
Pak Bakri tak menjawab
pertanyaanku, ia hanya tersenyum sambil meneruskan membersihkan cipratan air
yang membasahi leher bajunya.
“Yaudah… kamu buruan pake baju gih…
handuknya khan masih basah, ntar kalo nggak buru-buru ganti, kamu bisa masuk
angin loh…” ucapnya santai sembari kembali menatapku sambil tersenyum.
Untuk pertama kalinya, aku dapat
melihat secara langsung kearah mata ayah mertuaku. Dan dari perhatiannya, aku
merasa jika dadaku seolah mau meledak karena gembira. Mendengar perhatiannya
barusan, aku merasa seperti baru saja ditembak oleh panah asmara .
Senang, bangga, bingung, malu, semua emosi bercampur menjadi satu. Sejenak,
kami berdua saling bertatapan pandang. Kami sama-sama malu, dan kami sama-sama
mau.
“Saya ganti baju dulu ya pak...”
ucapku pamit dan memutar tubuhku ke arah kamar tidurku.
Namun, ketika aku mulai
melangkahkan kakiku, tiba-tiba pak Bakri langsung memegang ujung bawah handuk
mandiku dan menariknya dengan paksa.
“Oouuuww.... bapak... jangan
ditarik, ntar handuk saya lepas....” ucapku genit.
Alih-alih menjawab pertanyaanku,
pak Bakri hanya tersenyum simpul. “Toh aku sudah melihat isinya...” ucapnya
singkat. “Dan itu yang membuatku susah melupakanmu nduk....”
Mendengar kalimatnya barusan, aku
kembali terbang ke awang-awang, saking senangnya.
“Kamu cantik nduk....” kata ayah
mertuaku “Dan akan lebih cantik lagi jika kau mendekat kesini tanpa selembar
pakaian pun...” tambahnya lagi, sambil kembali menarik handuk mandiku dengan cepat.
ASTAGA....handuk kecil yang menutup
tubuhku langsung terlepas, dan seketika aku kembali telanjang. Telanjang di
depan mata ayah mertuaku. Telanjang di depan mata ayah suamiku. Telanjang di
depan mata lelaki lain.
“Nggak usah malu nduk.... bapak
tahu kok jika kita saling menginginkan hal ini terjadi...” ucap pak Bakri
dengan nada pelan. Melihat ketelanjanganku, beliau hanya tersenyum tenang dan
memintaku mendekat ke arahnya duduk. Dengan tubuh telanjang bulat, aku berjalan
menuju ayah mertuaku berada.
“Tunjukan kenakalanmu nduk...”
pinta ayah mertuaku “Bapak tahu, jika sebenarnya kamu adalah wanita yang sangat
nakal... Wanita nakal yang sangat bapak inginkan...”
Malu tapi mau, sungkan tapi pengen,
itulah perasaan yang aku alami ketika mendengar kalimat permintaan dari ayah
mertuaku. Namun, PERSETAN, aku sudah sangat terangsang, aku sudah tak peduli
dengan image seorang istri setia. Yang jelas, saat ini, aku ingin segera
ditiduri pak Bakri, ayah mertuaku. Aku ingin mengarungi kenikmatan birahi
bersama ayah suamiku. Aku ingin memiliki suami ibu mertuaku seorang diri.
Terlebih lagi, ketika aku melihat ayah mertuaku kembali mengelus-elus tonjolan
sarung yang ada di depan selangkangan beliau yang sudah menjulang tinggi, aku
langsung membayangkan batang kejantanannya.
“Belum juga beberapa waktu tadi
penis itu baru saja orgasme namun sekarang sudah mengacung tinggi lagi….”
Heranku
“Pasti penis pak Bakri bukan penis
biasa….”
“Pasti penis itu mampu menggaruk
kegatalan liang vaginaku….”
“Pasti penis itu dapat selalu
memuaskankan dahaga birahiku….”
Merasa nafsuku yang sudah berada di
ubun-ubun, sedikit demi sedikit aku mulai menghilangkan rasa malu dan sungkan
yang ada di dalam diriku. Sedikit demi sedikit, aku mulai memberanikan diri
lagi untuk memamerkan tubuh telanjangku di depan ayah mertuaku. Dan sedikit
demi sedikit, aku mulai memerintahkan alam bawah sadarku supaya membuatku
merasa menjadi pelacur pribadinya.
“Sini nduk... duduk di samping
bapak...” pinta pak Bakri sambil melambaikan tangannya kearahku.
Aku mengangguk dan mulai berjalan
mendekat. Sambil berjalan pelan, kutangkap pipi pantatku dan mulai kuremas
gemas. Kugoyangkan pinggulku dengan genit sembari berjalan mendekat.
ASTAGA...melakukan gerakan-gerakan erotis secara langsung di hadapan ayah mertuaku,
aku seolah merasakan sensasi birahi yang sangat menggebu. Rasanya begitu indah,
begitu menantang, dan begitu menggairahkan. Aku sebenarnya tahu, jika apa yang
sedang kulakukan saat ini adalah sebuah perbuatan dosa, sebuah dosa yang akan
membawa kenikmatan bagi diriku, dan ayah mertuaku. Dan ketika aku sudah
mendekat ke arah tempat pak Bakri duduk, aku tak langsung duduk disampingnya,
melainkan memutar tubuhku dan membelakanginya. Aku tiba-tiba ingin menunjukkan
organ terpenting dari tubuh wanita kepada ayah mertuaku. Aku ingin menunjukkan
celah kenikmatanku yang sudah sangat membasah kepada beliau. Aku ingin pak
Bakri menangkap dan menusuk vaginaku dengan penis besarnya dari belakang lalu
menumpahkan sperma panasnya di dalam rahimku.
“Jembut kamu lucu nduk… hitam dan tebal
sekali…” puji pak Bakri “Sibakkan pantatmu lagi donk… bapak pengen lihat liang
memekmu…” pintanya lagi.
Seolah mendapat hypnotis, entah kenapa aku
menarik lebar-lebar pipi pantatku ke samping.
“Woooww…. Memek kamu sudah benar-benar basah
ya nduk…?” Tanya pak Bakri sambil memiringkan kepalanya, berusaha melihat liang
kewanitaannku dengan lebih jelas lagi.
“I…iya pak…. Sudah sangat basah….”
“Kamu benar-benar wanita nakal
nduk…”
“Tapi bapak suka khan…?”
Kembali, aku raba dan remas pantat
bulatku tepat di depan ayah mertuaku duduk, berusaha menggodanya sambil terus
menggoyang-goyangkan pinggulku. Dengan jelas, aku berlagak seperti seorang
pelacur yang sedang memberikan undangan gratis kepada lelaki lain untuk dapat
meniduriku. Yang yang pasti, saat ini aku benar-benar ingin mendapatkan entotan
dari ayah mertuaku.
“Entotin aku pak... entotin menantu
binalmu ini....” ucapku membatin sembari bergoyang erotis. Aku seperti cacing
yang kepanasan.
Sekarang, karena nafsuku sudah tak
tertahankan lagi, aku menjadi buta akan rasa malu ataupun sungkan. Sekarang,
aku berani untuk mengulum puting payudaraku, aku berani untuk menyentil
klitorisku, dan aku berani untuk mengobel liang vaginaku. Sekarang, aku
melakukan masturbasi di depan mata ayah mertuaku.
“Oooggghh... ooouugghhhh...
sshhhh....” desahku pelan sambil menggelinjang-gelinjang keenakan. Kutusuk
vagina basahku dengan jemari-jemari tanganku, kukobel klitorisku, dan
kupilin-pilin putting payudaraku berulang-ulang. Semakin lama semakin enak,
enak dan enak. Hingga pada akhirnya,
gelombang hangat itu kembali aku rasakan.
“Ooouuuugggggghhhhhhh…. Paaaakkk…
Fara keluar….” Desahku spontan.
Tubuhku menggigil merasakan
gelombang orgasme yang segera aku rasakan ini. Orgasme special yang aku
dapatkan hanya dari bermasturbasi di hadapan lelaki yang bukan suamiku. Orgasme
special yang aku peroleh hanya karena mendapat tatapan mata lelaki lain.
Orgasme special yang aku rasakan hanya karena imajinasiku dengan pak Bakri,
ayah mertuaku. Gelijang nikmat, tak mampu aku tahan lagi. Otot tubuhku
mengejang, lututku melemas, dan pandangan mataku mengabur. Aku tak sanggup lagi
berdiri dihadapan ayah mertuaku, aku harus menyandarkan tubuhku. Dengan
sisa-sisa tenaga dan vagina yang masih berdenyut hebat, aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan
tubuhku disana. Aku berbaring dengan kondisi tubuh telanjang dan mencoba
mengatur nafas. Sambil merasakan denyut-denyut kenikmatan di vaginaku yang tak
kunjung berhenti. Perlahan, aku merasa tubuhku menjadi terasa begitu ringan,
seringan kapas. Saking ringannya, hingga terasa melayang ke udara.
***
Terlelap. Aku tertidur. Aku tak
tahu, sudah berapa lama aku tertidur seperti ini. Kubuka mataku perlahan,
kutatap pintu kamar tidurku yang masih terbuka lebar. Aku tidur dalam posisi miring,
meringkuk dengan posisi udang. Yang
jelas, ketika aku terbangun, aku merasa ada sesosok lelaki yang juga ikut tidur
di belakang tubuhku.
‘Ooooohh.... TUHAN....!!! Apakah dia pak Bakri...?” batinku
mempertanyakan sosok lelaki yang ada di belakang tubuh telanjangku.
Kuhirup nafas dalam-dalam dan
mencoba mengendus aroma lelaki yang tidur dikamar ini. Dan dari aroma khas ini
aku yakin jika,
“Astaga.... dia benar-benar ayah
mertuaku...”
Entah karena gengsi atau malu, yang
jelas aku tak berani menunjukkan kepada pak Bakri jika saat itu aku sudah
benar-benar terjaga. Jadi satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah,
hanyalah berpura-pura tidur. Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pantatku.
Sentuhan itu sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun.
Dari sentuhan perlahan berubah menjadi rabaan, dan dari rabaan perlahan berubah
menjadi remasan. Pelan tapi pasti, ayah mertuaku mulai mempermainkan tubuh
telanjangku. Awalnya pak Bakri hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba
pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum ayah mertuaku mulai meremas-remas
daging bulat pantatku. Mendapat perlakuan tak senonoh dari lelaki yang sering
aku bayangkan, gairahku mulai merasuk dan aku merasakan sesuatu yang mulai
menghangat di celah kewanitaanku.
Lendir vaginaku seolah tak pernah
ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi
sekecil apapun. Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba
untuk membalas godaan ayah mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak
terbangun. Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan ayah mertuaku
yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi.
Namun bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku ke belakang, sengaja
menyajikan pantat bulatku ketangan ayah mertua kesayanganku itu. Tahu alam
bawah sadarku merespon tangan mesum ayah mertuaku, tak beberapa lama, aku
mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit
berguncang. Aku yakin jika saat itu pak Bakri sedang melepas semua pakaian yang
menempel di tubuhnya. Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan
tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil
berbisik pelan,
"Ohhhh Fara! Mengapa kamu menggoda bapak
seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak meminta bapak secara langsung….Apakah kamu
ingin jika bapak yang mengambil langkah pertama..?” ucap ayah mertuaku lirih.
“Kalo memang itu yang kamu mau, OK
nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!... Bapak sudah siap melayani semua
kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.
Mendapat perlakuan mesum seperti
itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan
detak jantungku berdetak semakin cepat.
“Fara…! Fara Sayang…! Ya Tuhan…
Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan
anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk
menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”
WOW…mendengar kalimat dari ayah
mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar
tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih
dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun. Tiba-tiba,
tangan mesum ayah mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku
pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping
payudaraku.
“Oooohhhh….” Rasanya begitu
berbeda.
Pak Bakri kemudian meraba pelan
daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba,
mengusap dan meremasnya.
“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan
perlakuan mesum ayah mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa
merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.
ANEH melihat tubuhku yang masih
terdiam, Ayah mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan
sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku
dari belakang. ASTAGA aku bisa
merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku.
Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan
kekokohannya pada diriku.Pasti ayah mertuaku saat ini sudah sangat terangsang.
Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging
pantatku.
“Batang berkedut pak Bakri mertuaku sudah ada
di dekat celah kenikmatanku….”
“Sepertinya batang berurat ayah
mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”
“Sebentar lagi, batang panjang ayah
suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”
Tiba-tiba aku merasa serba salah. Di satu
sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka
mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua
kemesuman ayah mertuaku.
“Fara…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak
benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih ayah mertuaku ke telinga
kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.
Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur.
Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum ayah mertuaku menulungkupkan jemarinya
dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan
gemas. Garusan dan usapan kulit tangan
kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.
“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku
tertahan. Remasan tangan ayah mertuaku terasa begitu nikmat. Walau Mas Budi,
suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya
sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ayah kandungnya ini. Pak Bakri,
ayah mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.
“Tetekmu benar-benar besar nduk…
Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap ayah mertuaku sambil
sesekali mengecup lengan dan bahuku.
Perlahan, remasan tangan ayah
mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku
terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk
melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut. Walau aku masih
berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku. Wajahku
mulai bersemu merah, nafasku mulai
menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku
semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum ayah mertuaku. Pak Bakri masih
terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku
demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah
dari payudaraku dan meraba vaginaku.
“Wooow… sepertinya sudah ada yang
sange nih… “ Tanya ayah mertuaku perlahan sambil mulai memilin-milin rambut
kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.” Nduk… Ternyata
kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku
hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika ayah mertuaku tahu yang
sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.
“Iya pak… iya… aku sudah
benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot
aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura
tidur.
Melihat responku, tiba-tiba ayah
mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.
“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….”
Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.
Akibatnya, pantatku menabrak penis
pak Bakri yang sudah berkedut hebat. Di depan vaginaku ada jemari tebal yang
mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa ayah
mertuaku yang sudah siap menusuk. Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli,
merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya
hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.
“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya ayah
mertuaku lagi. “Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”
“OOhhh… jangan goda aku lagi pak…
aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan ENTOTIN menantumu binalmu ini….”
pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.
“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap
kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak
bakal memuaskan birahimu….”
Seolah mampu membaca kata hatiku,
pak Bakri segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan
dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk
membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera
memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka.
Cara yang unik sekali.
PLEKK…
“Panas sekali…” kurasakan penis
besar pak Bakri yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.
“Memek kamu benar-benar hangat
nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.
Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel
celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah
mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku.
“Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?”
ucap pak Bakri yang mulai memajukan batang penisnya.
“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan
yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”
“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak
menantumu… setubuhi istri anakmu…”
Kumundurkan lagi pantatku guna
menyambut batang kejantanan ayah mertuaku. Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap
merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar
membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa
ayah mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku.
LOOOOHHHH…ternyata pak Bakri tak segera melesakkan kepala penisnya ke
dalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara
menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur,
maju dan mundur. Berulang kali pak Bakri menggaruk lubang kenikmatanku dari
luar.
“Ssshh….Enak nduk…?” desah pak Bakri pelan
sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini…
apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.
Tiba-tiba, pak Bakri menggenggam telapak
tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada
selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya
setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku. Dan dari situ, aku
bisa tahu jika pak Bakri memiliki penis yang istimewa. Merasakan ada suatu
keanehan dibawah sana , aku yang
masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.
“Astagaaaa… ternyata penis pak Bakri
benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik ayah mertuaku
berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku.
Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit
batang penis pak Bakri.
Penis yang ada di bawah
selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir
vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik ayah mertuaku itu,
aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.
“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku
seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.
Berulang kali, pak Bakri
menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih
mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa
gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.
“Aku harus bisa memasukkan penis
itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa.
Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.
Untuk beberapa saat, pak Bakri
masih saja menggodaku, menggesek-gesekkan batang penisnya diluar mulut
vaginaku. Membiarkan jemari tanganku mengurut kepala penisnya dari depan
vaginaku setiap kali ia mendorong dan menarik batang penisnya.
“Lendir kamu banyak sekali ndukk..
“ bisik pak Bakri sembari menarik penisnya mundur ”Bapak suka memek yang becek
seperti ini… bapak suka…” tambahnya lagi ketika akan memajukan penisnya.
“Inilah saatnya….” Girangku. “Ayo
sodok pak… buruin majuin batang tititmu keras-keras…”
“Aku harus gunakan jemari tanganku
yang masih berada di depan selangkanganku..”
Ketika pak Bakri memundurkan
pinggangnya, aku sengaja mengarahkan kepala penis pak Bakri ke dalam mulut
vaginaku. Dan benar seperti prediksiku, ketika beliau memajukan penis dan
pinggulnya, jemari tanganku yang menahan penis itu supaya maju kedepan, secara
otomatis membelokkannya kearah mulut vaginaku. HEEEEEGGGGGG….nafasku mendadak
tersekat, jantungku mendadak terhenti dan kesadaranku mendadak memudar.
“SAAAAKKKKIIIITTTTTTT…….” Hanya satu kata
itulah yang bisa aku rasakan ketika batang penis berukuran besar milik ayah
mertuaku secara paksa menerobos rongga kenikmatanku. Secara reflek, karena
menerima tusukan tajam dari penis pak Bakri, tubuhku menggeliat maju kedepan.
Berusaha menjauh dari hujaman batang penis ayah mertuaku.
“Wwwoooooaaaaa…..” pekik pak Bakri keenakan
ketika tiba-tiba merasakan batang penis yang didorongnya maju ternyata berbelok
keatas dan masuk ke dalam vaginaku.” Enak banget nduuukkkk….”
“GILAAA….” Desahku dalam hati “Sakit
sekali…!!!”
Aku tak pernah tahu, jika sakit yang aku
rasakan bakal seperti ini. Walau saat itu vaginaku sudah berlumuran lendir
pelicin dan sudah siap menerima penetrasi sebuah penis, aku tak pernah tahu jika sakitnya akan
benar-benar pedih. Sepertinya vaginaku yang sebelum-sebelumnya hanya menerima
sodokan penis kecil milik mas Budi, belum terbiasa untuk dapat menerima batang
super besar milik pak Bakri. Dan aku
tahu, jika aku ingin cepat mendapat kenikmatan perzinahan ini, aku harus
sesegera mungkin beradaptasi dengan ukuran dari penghuni baru vaginaku.
“aku harus mampu menahan rasa sakit ini…”
keluhku dalam hati. Mencoba untuk tak menghiraukan rasa pedih di vaginaku.
“Memek kamu benar-benar basah
nduk…” kata ayah mertuaku dengan nada keenakan. “LEGIT….”
Berulang kali, pak Bakri mencium tengkuk dan
pundakku dari arah belakang. Mencoba untuk memperlancar jajahan batang penisnya
yang sudah setengahnya terbenam di dalam celah kenikmatanku. Dengan sedikit
tekanan, Pak Bakri kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju dan menusukkan
batang panjangnya ke dalam vaginaku. Karena aku sudah benar-benar merasa
terangsang, rasa sakit itu perlahan menghilang dan berubah menjadi rasa geli
nikmat. Sekuat tenaga aku mencoba merenggangkan otot-otot vaginaku, membiarkan
batang nikmat ini menggaruk kegatalan yang ada di dalam rongga kewanitaanku.
Hingga setelah beberapa saat, tak ada lagi hambatan yang dirasa ketika batang
penis ayah mertuaku menusuk celah kenikmatanku. Mulai dapat meluncur dengan
cukup mudah.
“Enak sekali memek kamu nduk.... jauh lebih
enak daripada memek istriku yang sudah kendor...” puji ayah mertuaku sambil
menyentil-nyentil daging klitorisku. “Dan satu lagi yang kusuka dari memekmu
nduk... Lendirmu benar-benar banjir...”
“Ya Tuhan, perzinahan ini terasa
sangat nikmat...” ucapku dalam hati.
”Ayo pak... setubuhi aku... tiduri
menantumu... hamili istri anakmu...” pintaku dalam hati sambil terus
menyuguhkan pinggulku ke arah belakang.
Perlahan tapi pasti, gelombang
orgasmeku mulai datang.
“Gila nduk… lendir memekmu sepertinya tak ada habisnya…”
ucap pak Bakri yang kali ini tangannya menggempur klitorisku dengan gemas.
“Memekmu wangi dan rasa asinnya
bikin ketagihan….” Berulang kali, ayah mertuaku mengobok vagina basahku,
membasuh jemari tangannya dengan lendir pelumasku, lalu mengisap bersih-bersih
dengan mulutnya. “Beda sekali dengan ibunya Budi…. Memeknya sepet… bikin sakit
kontolku aja…”
Kembali aku disbanding-bandingkan
dengan istri pak Bakri. Dan kembali aku merasa tersanjung mendengar kalimatnya.
Ayah mertuaku memang penuh dengan kejutan. Terbukti ketika aku sedang mencoba
mendalami kenikmatan baru dari persetubuhan terlarang kami, tiba-tiba beliau
mencabut batang penis panjangnya dari vaginaku.
“Memek kamu pasti rasanya enak
sekali ya ndukk…?” tanyanya tiba-tiba.
Dengan cepat pak Bakri memutar
tubuhnya, membungkukkan kepalanya kearah selangkanganku dan menggantikan
sodokan batang penisnya dengan lidah kasarnya.
“HHHhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………..”
enak sekali pak.
Baru kali ini aku merasakan
kegeli-nikmatan dari sebuah lidah lelaki. Sebenarnya, sudah ratusan kali mas
Budi meminta diriku supaya mau untuk menerima seks oral darinya, tapi karena
aku merasa vagina bukanlah anggota tubuh yang pantas untuk dijilat, ratusan
kali pula aku menolaknya. Rasanya aneh, risih, geli, jijik dan ngilu. Sama
sekali nggak ada nikmat-nikmatnya. Namun, entah kenapa ketika melakukan seks
oral dengan pak Bakri, aku merasa begitu menikmatinya. Aku merasa benar-benar
keenakan. Rasanya benar-benar berbeda jika aku melakukan dengan suamiku.
“Aku pengen terus bisa melakukan
perzinahan ini… aku menikmatinya… aku tak ingin segera berakhir…”
“Ya Tuhaaannn… enak sekali…” desahku dalam
hati.
Karena aku masih berpura-pura tidur, aku tak
bisa banyak-banyak mengekspresikan diriku. Aku hanya bisa terdiam sambil
menggigit bibirku keras-keras setiap kali aku merasakan kenikmatan dari jilatan
lidah pak Bakri. Lidah lelaki tua itu seolah menari-nari di dalam vaginaku,
menggelitik setiap senti pori-pori vaginaku..
“Hhhhhhsss…..”
Sepertinya, ayah mertuaku ini memiliki jutaan
tehnik bercinta yang membuatku ketagihan. Dengan hanya mendorongkan lidah dan
menjilat rongga vaginaku, tiba-tiba aku merasa seperti di ambang orgasme.
“OOOOOooooohhhhhhhh…..sssshhhhh……..”
Berhasil!
Orgasmeku datang dan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatannya. Tubuhku
bergetar dan mengejang hebat. Aku tak sanggup berpura-pura tidur lagi. Aku
sudah tak mampu menahan nafsu birahiku lagi. PERSETAN jika pak Bakri
menganggapku wanita murahan. Yang jelas, saat itu aku sudah benar-benar merasa
ingin mendapat jutaan kenikmatan darinya.
Aku yang semula diam, sekarang sudah berani memegang lembut kepala ayah
mertuaku yang sedari aku orgasme, masih saja berada di selangkanganku. Namun
sekuat apapun aku berusaha menjauhkan kepala beliau dari selangkanganku, sekuat
itu pula ia mempertahankan posisinya supaya tetap menjilati vaginaku di bawah sana .
“Memek kamu benar-benar enak nduk….
“ Ucap pak Bakri sambil membenamkan mulutnya di liang vaginaku, menghisap
kuat-kuat rongga kewanitaanku. Ia seolah tak membiarkan ada sedikitpun lendir
orgasmeku yang terlewat olehnya. “ENAK BANGEEEETTTT….”
Pak Bakri memang ahli merangsang
wanita, karena beberapa saat setelah orgasme, birahiku mulai kembali lagi. Semua itu hanya ia lakukan dengan lidah
ajaibnya. Dengannya, aku merasakan surga.
“Sekarang giliran bapak ya ndukk….”
Ucapnya sambil tersenyum. “Bapak bakal ngehukum mantu bapak yang nakal….
Hehehehe….”
Dalam satu gerakan cepat ia kembali
ke posisi semula, memutar tubuhnya, merenggangkan kakiku dengan pahanya dan
menempatkan penisnya kearah pangkal pahaku.
“Kamu sudah siap ndukk…?” Tanya pak
Bakri yang mulai menggoda birahiku lagi dengan cara menggesek-gesekkan batang
penisnya di luar mulut vaginaku.
“HHHhhhhhhhhh………….” Aku tak
menjawab. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.
“Siap-siap ya nduk… bapak mau
masukin kontol besar bapak ke memek sempit menantu nakalnya….”
Karena vaginaku yang masih
berlumuran lendir pelicin, dengan sekali dorong beliau mampu memasukkan seluruh
batang penisnya ke dalam vaginaku. HHEEEEEGGGGGHHH…Sejenak, aku merasakan lagi
rasa penuh dan sakit akibat sodokan penis besar pak Bakri yang buru-buru itu.
Namun, beberapa saat kemudian rasa sakit dan penuh itu perlahan sirna.
Tergantikan oleh rasa gelijang geli dan nikmat yang tiada tara .
Kembali aku merasakan keanehan pada tubuhku. Jika biasanya, setelah orgasme aku
merasakan ngilu pada vaginaku dan menolak segala macam stimulus, namun kali
ini, aku tak merasakannya sama sekali. Malahan yang ada, aku merasa begitu
ingin segera merasakan sodokan-sodokan kasar ayah mertuaku.
“Apakah aku sudah berubah menjadi
wanita binal? Wanita pelacur yang selalu gatal akan siksaan penis-penis lelaki
lain…?”
Sodokan sodokan batang penis pak
Bakri semakin dalam. Setiap kali beliau menyodok, semakin dalam pula gatal yang
aku rasakan pada dinding vaginaku.
“Akhirnya nduk….Mentok….” ucap ayah
mertuaku yang tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang. “Bapak bisa memasukkan
seluruh kontol bapak kedalam memekmu….”
Kami menggunakan “spoon position”.
Posisi yang memungkinkan persetubuhan dengan cara memeluk dari belakang.
Perlahan tapi pasti, pak Bakri mulai menggerakkan pinggangnya, menusukkan
batang raksasanya dengan gerakan super lambat. Saking lambatnya, aku bisa
merasakan urat-urat yang menonjol di sekujur batang penisnya menggaruk dinding
vaginaku. Bersetubuh dengan ayah mertuaku, aku baru sadar jika penis bisa
memijit, aku juga baru sadar jika penis bisa menggaruk kegatalan dinding
vagina, dan aku baru sadar jika penis bisa menjadi seperti vacuum yang menyedot
serta mengisi kenikmatan di liang vagina wanita. Semenjak bercinta dengan pak
Bakri, aku merasa seolah kenikmatan darinya mampu membalik pemikiranku tentang
bercinta dengan mas Budi. Benar-benar berbeda. Jika dibandingkan, bercinta
dengan suamiku sekarang terasa begitu aneh. Bersama suamiku, aku hanya merasa
geli, capek, dan terkadang risih. Sehingga secara tak langusng, aku seolah
menjadi kurang tertarik jika harus bersetubuh dengan penis kecil suamiku lagi.
Bersama pak Bakri dan batang penisnya yang sebesar botol air mineral, aku
merasa berbeda. Ritme, tehnik, dan ukuran kejantanan mereka jauh berbeda,
sehingga ketika bersama ayah mertuaku itu, aku seolah tidak bisa menolak segala
macam kenikmatan yang ia hujamkan kedaam liang vaginaku.
“Ssshh….. oooohhh…hhhsss….”
Merasakan sodokan-sodokan penis ayah mertuaku, mau tak mau mulutku mulai
mendesah. Acting pura-pura tidurku tak lagi aku hiraukan. Kenikmatan ini tak
mampu lagi aku tahan dan bendung.
“Enak nduukk…?” Tanya pak Bakri
sambil terus menyodok-nyodokkan batang penis panjangnya pada vaginaku.
“Eehhhhmmmmm…. Ssshhhh….” Aku tak
menjawab, hanya bisa mengangguk dan mendesah lirih..
“Gak usah pura-pura tidur lagi yang
Fara sayang… “ ucap ayah mertuaku sembari mengecup tengkuk leherku.” Bapak tahu
kok jika kamu menikmatinya….”
“Ehhhmmmmm…. Oooouuugghhh….”
Jawabku lagi.
“Mau ganti posisi nduk…?”
“SShhh… Oooouuugghhh….” Lagi-lagi
aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepalaku pelan.
Merasa sodokan nikmat penis pak
Bakri, aku sudah tak lagi peduli jika beliau tahu selama ini aku hanya
berpura-pura tidur atau sudah terbangun. Bagiku tak ada bedanya. PLOOOPPP…suara
yang terdengar ketika pak Bakri mencabut penis panjangnya secara tiba-tiba dari
vaginaku.
“Telentang ndukk…” pinta pak Bakri singkat.
Tampaknya ayah mertuaku benar-benar yakin jika aku mau menuruti permintaannya.
Benar saja, aku menggerakkan tubuhku kekanan
dan telentang pasrah, menunggu sodokan tajam penis ayah mertuaku. Di hadapannya
entah kenapa, aku selalu bisa pasrah, mirip boneka yang selalu menuruti
perintah pemiliknya. Dengan perlahan, pak Bakri mengangkat betisku dan
meletakkannya di pundaknya. Kali ini ia sepertinya ingin menggunakan posisi
misionaris. Pak Bakri menyetubuhiku dengan kekuatan penuh. Batang penisnya
menghujam dengan cepat. Keluar masuk dengan diringi suara kecipak lendir
kenikmatanku. Saking cepatnya, ada busa putih yang keluar dari vaginaku seiring
keluar masuknya batang penis ayah mertuaku.
“Bapak mau keluar nduk… bapak mau
ngecrot…” bisik ayah mertuaku dengan tak menghentikan sodokan tajam penisnya.
Tak beberapa lama kemudian, aku
merasakan jika tubuh ayah mertuaku mulai bergetar. Nafasnya menderu dan matanya
terbalik, putih.
“Keluar dimana ndukk….?” Keluar
dimanaaaaaaa….?” Tanya pak Bakri padaku ketika ia akan mendapatkan gelijang
kepuasannya.
Namun sebelum aku sempat menjawab
pertanyaannya, beliau keburu ORGASME.
“OOOOUUUUGGGGHHHHHHH FARAAAAA…..”
teriak pak Bakri lantang sambil menghujam-hujamkan batang penis besarnya sejauh
mungkin ke dalam vaginaku.
Segera saja, aku merasakan 7 kali
semprotan air mani panas di dalam dinding vaginaku, dan beberapa detik kemudian
orgasmeku pun menyusul. Orgasme bersama
pak Bakri, aku merasakan klimaks yang benar-benar NIKMAT. Penisnya berkedut
dengan hebat, seolah menggelembung dengan besar.
“Bapak puas nduk…Bapak benar-benar
puas…” ucapnya padaku sambil tersenyum. “Makasih ya nduk… istri baruku…”
“Istri baruku….?” Aku tak percaya
akan ucapan beliau barusan. Apa maksud dari kalimat “istri baruku…?”
Masih merasa terheran-heran akan
perkataan pak Bakri barusan, kembali ia melakukan satu hal yang selama ini tak
pernah aku duga-duga. Tiba-tiba pak Bakri memajukan wajahnya dan mencium
mulutku. Beliau menciumku dengan bertubi-tubi, seolah tak akan ada lagi hari
esok. Mendapat ciuman dari ayah mertuaku, seketika aku menjadi bangga dan tersanjung
karenanya. Pipiku merona dan aku pun mulai memagut mulutnya, membalas ciuman
dari ayah mertuaku.
“Istri baruku…. Istri baru pak Bakri… Istri
baru ayah mertuaku…”
Berulang kali lalimat singkat itu
terngiang-ngiang di terlingaku. Aku yakin jika sekarang ayah mertuaku sudah
jatuh ke dalam dekapanku. Karena dari cara beliau menciumku, aku bisa tahu jika
baginya, aku seolah wanita yang benar-benar ia inginkan. Setelah ejakulasi pak
Bakri menjatuhkan tubuhnya disampingku, tengkurap dengan wajah menghadap
kearahku dan tangan yang memeluk perut rampingku. Melihat ayah mertuaku sudah
kecapekan, aku hanya bisa kembali pasrah, telentang menghadap langit-langit
kamar sambil mencoba mengatur nafas. Kami berdua merasa sangat lelah, namun
puas. Tak henti-hentinya, pak Bakri menciumi tubuh telanjangku sekenanya.
Tangan yang semula terdiam di atas perutku mulai ia gerakkan naik untuk
menjelajahi payudara besarku. Beliau mulai mengelus dan meremas payudaraku
perlahan, mencoba menenangkankan hatiku
karena perzinahan yang baru saja kami lakukan. Kutatap lelaki tua yang
ada di samping kananku, kuperhatikan dalam-dalam raut wajah kepuasan yang ia
tampilkan. Sambil terseyum pak Bakri mulai tertidur. Usapan dan remasan
tangannya pada payudaraku mulai terhenti, dan suara dengkuran lirih mulai
terdengar. Kuhirup nafas dalam-dalam sambil membisikkan sesuatu di telinganya.
“Terima kasih pak Bakri, terima
kasih ayah mertuaku, terima kasih suami baruku…”
Author : Miaw
No comments:
Post a Comment